ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pandemi global wabah coronavirus (Covid-19) berdampak besar terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar 2,3 persen atau bisa mencapai minus 0,4 persen tahun ini. Ekonomi Indonesia disebut mengalami tekanan yang cukup dalam akibat dampak penyebaran covid-19.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko turun dalam menjadi 2,3 persen pada skenario berat dan berlanjut menjadi minus 0,4 persen pada skenario sangat berat,” terang Sri Mulyani dalam video conference di Jakarta, Rabu (1/4/2020).
Menurut Sri Mulyani, pelemahan ekonomi tersebut akan berdampak ke sejumlah sektor di antaranya rumah tangga, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), korporasi, hingga sektor keuangan. Sebab, covid-19 tidak hanya bersinggungan dengan sisi kesehatan dan kemanusiaan saja.
“Kondisi ini akan menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi, maka berpotensi menekan lembaga keuangan, karena kredit-kredit tidak bisa dibayarkan atau relaksasi untuk tidak membayar dan perushaaan mengalami tekanan dari sisi likuiditas dari utang-utangnya,” jelasnya.
Pada skenario berat, pemerintah memprediksi konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 3,22 persen, konsumsi pemerintah tumbuh 6,83 persen, investasi tumbuh 1,12 persen. Sementara itu, Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) minus 1,78 persen, ekspor minus 14 persen, dan impor minus hingga 14,5 persen.
Untuk skenario sangat berat, konsumsi rumah tangga diprediksi hanya 1,6 persen, konsumsi pemerintah tumbuh 3,73 persen, konsumsi LNPRT minus 1,91 persen, investasi tumbuh negatif 4,22 persen, ekspor minus 15,6 persen, dan impor minus 16,65 persen.
Selain itu, nilai tukar rupiah diperkirakan tertekan hingga Rp17.500 per dolar Amerika Serikat (USD) untuk skenario berat. Sedangkan dalam skenario sangat berat, nilai tukar rupiah bisa menembus Rp20 ribu per USD.
Adapun inflasi diprediksi melonjak hingga 3,9 persen di skenario berat dan 5,1 persen di skenario sangat berat. Sementara itu, harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan mengalami penurunan menjadi USD38 per barel untuk skenario berat dan USD31 per barel untuk skenario sangat berat. (ATN)
Discussion about this post