ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kasus korupsi persetujuan impor (PI) besi dan baja di Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia memasuki babak baru.
Pasalnya, Kejaksaan Agung (Kejakgung) telah menetapkan tersangka baru dalam dalam kasus itu dengan menjerat 6 perusahaan importir masing-masing PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS, dan PT PMU.
“Dalam penyidikan kasus ini, 6 korporasi sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi saat konfrensi pers di Kejakgung, di Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Supardi menjelaskan, 6 perusahaan tersebut kepemilikannya terpisah, namun memiliki peran yang sama dalam kasus itu. 6 perusahaan itu mengajukan surat permohonan impor tambahan komoditas baja, besi, dan baja paduan dengan menggandeng PT Merasati Logistic Indonesia (MLI) sebagai perusahaan importir.
PT MLI, adalah perusahaan milik pengusaha inisial BHL yang sampai saat ini masih berstatus sebagai saksi. Selanjutnya, Supardi menerangkan, BHL mengurus permohonan impor di Direktorat Impor pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Perdaglu) Kemendag.
Dalam pengurusan tersebut, BHL memerintahkan salah satu manajer PT MLI inisial T yang resmi ditetapkan tersangka pada Senin (30/5/2022). Dalam pengurusan impor tersebut, T melibatkan penyelenggara negara di Kemendag, yakni Tahan Banurea (TB) yang menjabat selaku Analis Perdagangan Ahli Muda di Dirjen Perdaglu.
TB sudah ditetapkan tersangka pada Kamis (19/5/2022), lalu. Dalam penyidikan, kata Supardi, TB menerima uang senilai Rp 50 juta dari T untuk pengurusan persetujuan impor tersebut. Uang dari T diyakini berasal dari BHL dari PT MLI.
“Nilai pemberian Rp 50 juta itu kita yakini sebagai imbalan atas persetujuan impor tersebut,” ujar Supardi. Namun, nilai penerimaan oleh TB itu diyakini lebih dari itu.
Dalam penerbitan persetujuan impor, juga terjadi pemalsuan dan manipulasi dokumen, berupa surat penjelasan (sujel), dimana sujel tersebut merupakan syarat bagi perusahaan pemohon impor besi dan baja, serta baja paduan tambahan. Sebab, batas impor perusahaan tersebut sudah memenuhi kuota maksimal.
Supardi menerangkan, dalam prosesnya terungkap sujel yang dilampirkan adalah palsu. Dalam sujel tersebut, impor baja, besi, dan baja paduan itu diperlukan karena enam perusahaan itu terikat kerja sama dengan empat BUMN yakni PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, PT Nindya Karya, dan PT Pertamina Gas (Pertagas).
Disebutkan dalam sujel palsu itu, empat BUMN itu mendesak 6 perusahaan yang kini tersangka menyediakan besi dan baja paduan untuk mempercepat pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) 201-2021.
Dari penyidikan Kejakgung, 4 BUMN tersebut membantah terikat kontrak kerja sama pengadaan baja, besi, dan paduan dengan enam korporasi tersebut. Supardi juga mengungkapkan, dalam penyidikan juga ditemukan adanya bukti keterlibatan TB dan T dalam pembuatan sujel palsu. Bahkan, dalam kasus tersebut, ada keterlibatan Dirjen Perdaglu Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) yang memerintahkan TB untuk menerima permohonan impor ajuan T untuk 6 perusahaan tersangka itu.
Sejauh ini sudah 8 yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, dimana 2 diantaranya tersangka perorangan adalah TB dan T, sedangkan 6 tersangka lainnya adalah para korporasi.
Seluruh tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor 31/1999-20/2001. Khusus tersangka korporasi, tim penyidik juga menjerat dengan Pasal 3 dan Pasal 4 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) 8/2008. (ATN)
Discussion about this post