ASIATODAY.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia menggeledah Plaza Summarecon Agung Bekasi pada Senin (8/8/2022).
Sejumlah bukti ditemukan terkait izin pembangunan apartemen di Yogyakarta yang menyeret mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.
“Bukti-bukti tersebut antara lain berbagai dokumen dugaan aliran uang dan bukti elektronik,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa (9/8/2022).
Meski begitu, Ali belum menjelaskan secara detail dokumen aliran dana yang ditemukan penyidik. Namun dia meyakini bukti itu menguatkan tudingan penyidik terhadap ulah para tersangka dalam kasus ini.
“Tim penyidik segera menganalisis dan menyita bukti-bukti ini untuk dikonfirmasi lebih lanjut pada saksi-saksi maupun para tersangka,” ujar Ali.
Haryadi Suyuti telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, Nurwidhihartana (NWH); dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono (TBY). Sedangkan, tersangka pemberi yakni Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk (SA), Oon Nusihono (ON).
Haryadi menerima USD27.258 dari Oon melalui Nurwidhihartana dan Triyanto sebagai imbalan menerbitkan IMB Apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro, Daerah Istimewa Yogyakarta. Fulus itu diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 2 Juni 2022.
KPK juga mengungkap Haryadi menerima minimal Rp50 juta dalam rangkaian proses penerbitan IMB apartemen Royal Kedathon. Namun, KPK belum mengungkap total uang yang diterima Haryadi.
Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan, Oon disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (ATN)
Discussion about this post