ASIATODAY.ID, NEW DELHI – Gelombang unjukrasa menentang undang-undang kewarganegaraan yang dinilai sebagian orang mengandung sentimen “anti-Muslim” meluas ke sejumlah wilayah di India, Jumat 13 Desember. Perluasan terjadi satu hari usai dua orang tewas ditembak polisi di tengah berlangsungnya unjuk rasa.
Melansir TRT World, Minggu (14/12/ 2019), tayangan televisi lokal memperlihatkan sekelompok polisi menembakkan gas air mata dan terlibat bentrok dengan ratusan mahasiswa di New Delhi. Selain di ibu kota, aksi protes juga terjadi di Amritsar, Kolkata, Kerala dan juga Gujarat — tempat kelahiran Perdana Menteri Narendra Modi.
Pada Kamis kemarin , dua orang di Guwahati tewas ditembak polisi yang berusaha mengendalikan kemarahan warga atas UU kewarganegaraan. Kematian dua orang itu membuat PM Modi dan PM Jepang Shinzo Abe membatalkan pertemuan di Guwahati yang dijadwalkan berlangsung Minggu besok.
Bentrokan terkait UU kewarganegaraan di India juga melukai empat orang, yang hingga saat ini masih berada dalam kondisi kritis. Kantor badan hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa meminta India untuk “menghormati hak menggelar pertemuan damai, dan tetap tunduk terhadap norma serta standar internasional saat merespons aksi protes.”
Jaringan internet terhenti di banyak area di Guwahati. Dalam aksi terbaru, ribuan orang berkumpul dan duduk bersama dalam menunjukkan penentangan mereka terhadap UU kewarganegaraan. Banyak mesin ATM tidak berisi uang, dan sejumlah pertokoan serta stasiun pengisian bahan bakar pun ditutup.
Otoritas Meghalaya telah mematikan jaringan internet dan menerapkan jam malam di beberapa titik di ibu kota Shillong. Sekitar 20 orang terluka dalam aksi protes di kota tersebut.
“Mereka (Pemerintah India) tidak bisa menerima siapapun di tanah kelahiran kami. Ini tidak dapat diterima. Kami akan mati, tapi orang luar tidak boleh menetap di sini,” kata seorang pengunjuk rasa Manav Das kepada kantor berita AFP.
“Kami akan mengalahkan pemerintah dengan kekuatan rakyat, dan pemerintah akan kami paksa untuk mengubah UU tersebut,” tegas aktivis lokal Samujal Battacharya.
Majelis rendah India meloloskan rancangan undang-undang kontroversial terkait status kewarganegaraan pada Selasa 10 Desember. Lewat aturan ini, nantinya India dapat memberikan status kewarganegaraan kepada kelompok minoritas agama dari negara tetangga, namun tidak termasuk Muslim.
Dalam RUU ini disebutkan bahwa India dapat memberikan status kewarganegaraan kepada pemeluk agama Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsis dan Kristen dari tiga negara, yakni Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post