ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia tercatat sebagai negara nomor 2 di Asia Tenggara yang paling sering mengalami serangan phishing selama pandemi corona (COVID-19). Hal ini didasarkan pada data serangan siber yang dicatat Kaspersky.
Menurut Kaspersky, para peretas lebih banyak menyasar bisnis kecil dan menengah (UKM) di kawasan Asia Tenggara pada kuartal pertama 2020. Jumlah serangan siber di Indonesia pada periode itu tercatat sebesar 192.591.
Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan jumlah serangan siber di Indonesia pada kuartal pertama 2019, yakni sebesar 158.492. Sementara itu, negara yang paling banyak diincar oleh peretas adalah Vietnam, dengan jumlah 244 ribu serangan.
Di bawah Indonesia, ada Thailand di peringkat ketiga dengan jumlah 144 ribu serangan. Sedangkan Malaysia tercatat mendapat 132 ribu serangan.
Secara keseluruhan, jumlah serangan phishing mengalami kenaikan sebesar 56 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kaspersky menilai bahwa serangan siber meningkat lantaran penerapan kerja dari rumah (work from home/WFH) imbas pandemi corona.
Kaspersky sendiri melalui Sistem Anti-Phishing telah mencegah sebanyak 834.993 upaya phishing terhadap perusahaan dengan 50 hingga 250 karyawan. Sedangkan di periode yang sama pada tahun lalu, Kaspersky melakukan pemblokiran serangan sebanyak lebih dari 500 ribu.
“Data menunjukkan upaya demikian (serangan siber) mengalami peningkatan,” jelas General Manager Kaspersky Asia Tenggara, Yeo Siang Tiong, dalam keterangan resminya, Kamis (14/5/2020).
“Karena kami menemukan dan mencegah upaya phishing lebih banyak di tahun ini daripada pada 2019 lalu,” tambahnya.
Sebagai referensi, phishing adalah salah satu jenis serangan siber berupa penipuan yang memancing pengguna untuk memberikan data pribadi mereka. Biasanya, modus ini berupa situs palsu atau rekayasa sosial lain yang dapat disamarkan dengan banyak cara dan digunakan untuk tujuan yang berbeda.
Di masa pandemi ini, para pelaku kejahatan siber pun memasukkan topik terkait COVID-19 ke dalam konten mereka. Hal ini meningkatkan peluang untuk tautan yang terinfeksi atau lampiran berbahaya dibuka.
Sistem WFH di tengah pandemi dinilai membuat serangan lebih kerap terjadi.
“Situasi finansial diiringi dengan kebutuhan mendesak untuk dapat beradaptasi dengan sistem kerja jarak jauh yang dipaksakan tanpa persiapan mumpuni nyatanya telah menempatkan keamanan TI UKM di posisi yang sulit,” tandas Yeo. (ATN)
Discussion about this post