ASIATODAY.ID, JAKARTA – Situasi ironis dihadapi Industri furnitur di Indonesia karena masih dihadapkan dengan persoalan ketersediaan dan stabilitas pasokan bahan baku. Padahal, Indonesia termasuk negara penghasil kayu tropis terbaik dunia.
Permasalahan ini didapat dari para pelaku usaha industri furnitur.
“Kami menyerap beberapa isu pokok yang dihadapi oleh industri furnitur dan kerajinan dalam negeri saat ini, salah satunya terkait rantai pasok ketersediaan bahan baku,” kata Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Republik Indonesia, Putu Juli Ardika dari keterangan resmi, Senin (13/3/2023).
Merujuk data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Indonesia memiliki hutan seluas 92 juta hektare. Dengan luas tersebut, Indonesia menempati urutan kedelapan negara dengan hutan terluas di dunia. Bahkan, Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengklaim Indonesia merupakan negara ketiga terbesar penghasil bahan baku di dunia.
Menurut Abdul, hutan tropis Indonesia membuat pohon tumbuh lebih cepat berkali lipat dibandingkan negara lain.
Misalnya, jika negara lain membutuhkan waktu 60 sampai 80 tahun untuk menumbuhkan kayu berdiameter 40 centimeter, di Indonesia kayu dengan ukuran yang sama bisa tumbuh hanya dalam lima tahun. Kondisi itu terjadi untuk kayu jati, mahoni, mindi, hingga pinus.
Dengan demikian, seharusnya pelaku industri furnitur dalam negeri tidak berkutat dengan permasalahan bahan baku.
Dalam konteks ini, Putu menuturkan masih perlu penyediaan akses yang lebih baik untuk bahan baku industri furnitur, dengan demikian pola rantai pasok bahan baku furnitur menjadi lebih tertata.
Putu mengeklaim, pihaknya dalam hal ini akan berupaya untuk memfasilitasi Pusat Logistik Bahan Baku Industri Furnitur serta melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait isu kemudahan akses bahan baku industri furnitur.
“Langkah yang dijalankan antara lain, meminimalkan biaya dan lead time produksi, serta memacu kualitas bahan baku sesuai kebutuhan industri furnitur,” ujar Putu.
Terlebih, industri furnitur nasional juga turut terdampak pelemahan permintaan ekspor akibat situasi geopolitik yang terjadi karena perang Rusia dan Ukraina. Inflasi yang disebabkan oleh kondisi resesi menyebabkan turunnya daya beli konsumen di negara-negara importir yang terdampak perang tersebut, terutama negara-negara kawasan Eropa dan Amerika Serikat. “Perbaikan industri furnitur juga harus memperhatikan pasar global dan meningkatkan pasar dalam negeri furniture,” imbuhnya. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post