ASIATODAY.ID, JAKARTA – Inpex Corporation membeberkan alasan hengkangnya Shell Upstream Overseas Ltd dari Blok Masela di Laut Arafuru, Maluku.
Menurut Vice President Corporate Services Inpex Henry Banjarnahor, hengkangnya anak perusahaan Royal Dutch Shell Plc asal Belanda itu karena alasan keuntungan yang diperoleh perusahaan ketika menginvestasikan sahamnya dalam proyek strategis nasional (PSN) tersebut.
Selain itu, hengkangnya Shell Upstream Overseas Ltd karena alasan peningkatan portofolio perusahaan. Pasalnya, Shell berupaya untuk memperluas investasinya di beberapa negara lain yang dinilai lebih menguntungkan secara ekonomi.
“Shell ingin meningkatkan seluruh portofolio mereka di seluruh dunia dan menerka-nerka bahwa investasi di negara lain lebih menguntungkan mereka sehingga mereka lebih mengutamakan itu,” jelasnya di forum Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (24/8/2020).
Dikatakan, proses divestasi dalam kegiatan usaha hulu migas itu merupakan hal yang wajar terjadi. Meski demikian, dia menyebut pihaknya tetap menjalankan proyek Blok Masela bersama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
“Inpex sebagai operator memiliki pandangan lain. Kita tetap komitmen untuk kegiatan di Proyek Masela ini dan kita akan melanjutkan kerja sama dengan SKK Migas,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan surat penandatangan pelepasan atau divestasi saham Shell dari mega proyek di Maluku tersebut telah disetujui berbagai pihak, salah satunya adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BKPM).
“Kita juga sudah meminta izin kepada pemerintah, dimana melalui SKK Migas memintakan izin kepada BKPM. Menurut informasinya, surat sudah ditandatangani. Dengan ditandatangani surat itu, maka Shell akan segera memulai proses devistasinya kepada potential buyers mereka,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menjelaskan, Shell Upstream Overseas Ltd tengah dalam proses melepaskan participating interest (PI) atau hak kelolanya di Blok Masela.
Di blok tersebut, Shell memiliki PI 35 persen sedangkan 65 persen punya Inpex Corporation, mitranya selama sejak 1998 di Blok Masela.
“Terkait nilai divestasinya, prosesnya sedang berjalan dan akan sangat terkait tingkat keekonomian divestasi itu sendiri,” jelasnya.
Menurut Dwi, rencana mundurnya Shell dari proyek besar ini bukan karena terkait pengembangan kilang gasnya di darat (onshore) atau di lepas pantai (offshore).
Dwi menerangkan, siapapun mitra baru Inpex di Blok Masela harus mengikuti aturan yang ada dan harus seizin dari Kementerian ESDM. Dwi menargetkan pencarian mitra baru menggantikan Shell paling lambat tahun depan.
“Prosesnya akan berjalan 1,5 tahun, 2020-2021. Paling lambat 2021 prosesnya harus sudah selesai,” tandasnya.
Tiga Masalah Besar
Proyek Strategi Nasional (PSN) Blok Masela ditargetkan rampung pada 2027. Meski begitu, SKK Migas mencatat ada sejumlah persoalan yang menghambat proses penyelesaian konstruksi proyek.
Menurut Dwi, ada 3 masalah yang menyebabkan molornya pengembangan proyek Abadi Blok Masela itu.
Pertama, Health Safety and Environment (HSE) yang terganggu ditengah pandemi Covid-19. Hal ini berakibat pada Inpex Corporation selaku kontraktor terpaksa melakukan penundaan atas beberapa kegiatan. Penundaan itu, di antaranya kegiatan survei analisis dampak lingkungan (Amdal) di musim hujan serta terhambatnya mobilisasi personil dan peralatan untuk survei geofisika dan geoteknik darat dan lepas pantai (Survei G&C).
“Sehubungan protokol kesehatan bahwa adanya aturan terkait pembatasan kerja juga WNA ataupun orang dari kota lain harus dikarantina selama 14 hari, sehingga proses pengerjaan Amdal menjadi terhambat,” jelasnya.
Kedua, isu keuangan dan perekonomian global. Di mana, saat ini tren penurunan permintaan gas secara global terus berlanjut yang kemudian diperparah dengan terpangkasnya harga berbagai gas.
“Sementara asumsi ekonomi yang digunakan dalam revisi PoD-1 adalah minyak 65/bbl per dolar Amerika Serikat, LNG per dolar AS 7,47/mmbtu, dan gas pipa per dolar AS 6/mmbtu,” urainya.
Ketiga, isu kemitraan di mana hengkangnya Shell Upstream Overseas Ltd dari proyek tersebut.
Shell telah melakukan divestasi kepemilikan PI di WK Abadi Masela. Kemudian Shell telah mengajukan izin pembukaan data yang disetujui Ditjen Migas. Bahkan, telah persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Adapun solusi yang diusulkan SKK Migas dan Inpex Corporation terkait persoalan HSE akibat dampak Corona adalah dengan mempercepat proses penyusunan Amdal melalui pengolahan data non seasonal.
“Kami akan mengusulkan kepada KLHK, agar proses dilakukan secara remote (melalui video call). Sedangkan terkait pengolahan data seasonal, diusulkan menggunakan data sekunder paparnya,” imbuhnya.
Sementara untuk menjawab isu keuangan dan perekonomian global, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sedang melakukan evaluasi ulang untuk disampaikan ke SKK Migas.
Untuk mengatasi isu kemitraan, Shell akan menyelesaikan proses divestasi dengan target 18 bulan. Inpex selaku operator tetap berkomitmen dalam pengembangan lapangan abadi Masela. (ATN)
Discussion about this post