ASIATODAY.ID, YANGON – Krisis politik di Myanmar terus menelan korban jiwa dari rakyat sipil. Sedikitnya sudah 6 demonstran anti-junta militer Myanmar dilaporkan tewas sejak militer melancarkan kudeta pada 1 Februari lalu.
Media lokal dan independen Myanmar, The Irrawaddy, melaporkan bahwa kepolisian dan militer merazia sebuah distrik di Mandalay pada Sabtu akhir pekan lalu untuk menangkap setiap pegawai negeri yang mengikuti protes anti-kudeta dan melakukan mogok kerja.
Aparat keamanan dilaporkan turut menggunakan peluru tajam, peluru karet, hingga gas air mata, dalam razia tersebut.
Bentrokan antara aparat dan pedemo tak terhindarkan setelah para pengunjuk rasa berupaya melindungi sekelompok pegawai negeri yang tengah ikut melakukan aksi protes menentang pemerintahan junta militer Myanmar.
Dua pengunjuk rasa dilaporkan tewas seketika dan lebih dari 25 orang lainnya terluka dalam bentrokan akhir pekan lalu itu. Kedua pedemo itu merupakan Ko Wai Yan Tun dan Ko Thet Naing Win. Keduanya tewas seketika setelah ditembak mati oleh aparat keamanan.
Pada Sabtu malam, seorang warga sipil, Ko Tin Htut Hein, juga dilaporkan ditembak mati oleh polisi di sebuah van yang tengah ia kendarai di Kotapraja Shwepyithar, Yangon, saat bertanya mengapa mobilnya dicegat dan dituduh melanggar jam malam.
The Irrawaddy juga melaporkan sekitar 83 orang, termasuk beberapa pengunjuk rasa yang terluka parah, ditangkap aparat tanpa mendapatkan perawatan medis.
Pada 19 Februari, seorang pelajar bernama Ma Mya Thwet Thwet Khine, tewas setelah ditembak polisi dalam sebuah demonstrasi di Ibu Kota Naypyitaw. Ia meninggal dunia setelah mendapat perawatan di rumah sakit.
Yang terbaru, dua aktivis anti-kudeta dikabarkan tewas di Mandalay pada Rabu (24/2) setelah sempat dirawat di rumah sakit karena mengalami luka-luka.
Kedua aktivis itu bernama Ko Yarzar Aung dan Ko Kyi Soe. Ko Yarzar meninggal dunia di rumah sakit militer setelah mengalami luka tembak di kakinya saat berdemonstrasi.
Kematian Ko Yarzar turut memicu pertanyaan seberapa baik kualitas perawatan medis yang ia terima dari rumah sakit yang dikelola junta militer tersebut.
Seorang dokter yang mencoba ikut membantu merawat Ko Yarzar, Aye Nyein, mengatakan kepada The Irrawaddy bahwa otoritas militer tidak mengizinkannya untuk merawat pria 26 tahun itu dan pedemo terluka yang ditahan lainnya dengan serius.
Aye Nyeing menganggap Ko Yarzar tidak akan meninggal dunia jika luka di kakinya ditangani dengan baik.
Sementara itu, aparat menyerahkan jazad Ko Kyi Soe kepada keluarganya. Ia meninggal dunia akibat cedera kepala yang ia alami saat ikut berdemonstrasi.
Demonstrasi menentang pemerintahan junta militer terus meluas di Myanmar sejak tiga pekan terakhir.
Masyarakat sipil yang terdiri dari muda-mudi, mahasiswa, pegawai negeri sipil hingga tenaga medis ikut berunjuk rasa dan mogok kerja menuntut kekuasaan pemerintahan yang digulingkan dipulihkan.
Hingga saat ini tercatat jumlah tahanan politik yang ditangkap junta militer mencapai 728 orang. (ATN)
Discussion about this post