ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia membutuhkan investasi sebesar USD4,7 triliun untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Untuk menjawab itu, perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia hari ini Jumat (3/12/2021) meluncurkan program kerja sama multipihak bertajuk Mempercepat Investasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia atau Accelerating Sustainable Development Goals (SDGs) Investment in Indonesia (ASSIST).
Program ini membuka mekanisme investasi dan pembiayaan baru untuk mengisi kekurangan pendanaan SDGs di Indonesia.
“Program ini memanfaatkan berbagai instrumen pembiayaan inovatif dari pemerintah dan non-pemerintah seperti publik, swasta, dan syariah untuk mengisi kekurangan pendanaan SDGs sebesar USD4,7 triliun,” kata Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Valerie Julliand dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/12/2021).
Empat lembaga PBB yang terlibat kerjasama dengan Pemerintah Indonesia diantaranya United Nations Development Programme (UNDP), United Nations Environment Programme (UNEP), United Nations Children’s Fund (UNICEF), dan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO).
“Pencapaian SDGs membutuhkan sumberdaya dan dana besar. Kuncinya pada pemanfaatan pembiayaan yang ada dan sumber baru. Kita harus meneruskan semangat kemitraan. Peluncuran program ini dilakukan hanya 2 hari setelah Indonesia menjadi Presiden G-20 pada 1 Desember,” kata Julliand.
Melalui program ini, PBB akan berkolaborasi dengan pemerintah Indonesia untuk penerbitan obligasi dan sukuk bertema SDGs dan instrumen blended finance.
Program ini juga meningkatkan kapasitas Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dipimpin perempuan dan generasi muda guna mendorong bisnis hijau dan berkelanjutan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman, menyampaikan program ini akan meningkatkan kolaborasi lintas pemangku kepentingan dan mendorong me-reorientasi investasi dalam mempercepat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
“Langkah ini juga menyoroti pendekatan Indonesia yang inovatif dalam mengumpulkan pendanaan baru untuk proyek-proyek SDGs,” jelasnya.
Kepala Sekretariat SDGs, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Vivi Yulaswati mengatakan kesenjangan pendanaan untuk SDGs Indonesia meningkat akibat pandemi Covid-19.
Indonesia harus menyeimbangan pemulihan ekonomi dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
“Ke depan, kita perlu melakukan investasi tambahan untuk SDGs di masa transisi ini,” imbuhnya.
Kepala Perwakilan UNDP di Indonesia, Norimasa Shimomura menyatakan sektor publik dan swasta termasuk lembaga keuangan dan masyarakat madani memiliki peran untuk menutup defisit pembiayaan SDGs.
Sementara Kepala Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Enrico Hariantoro, mengatakan kemajuan telah dicapai untuk memastikan ekosistem pembiayaan Indonesia mendukung kebutuhan pembiayaan SDGs.
Program ASSIST dimulai pada April 2021 setelah pengajuan proposal yang dipimpin oleh UNDP ke UN Joint SDG Fund berhasil mendapat persetujuan.
Indonesia adalah salah satu dari empat negara yang menerima total pendanaan sebesar USD9,7 juta dari 155 proposal dari lebih dari 100 negara.
Dengan dukungan Program ASSIST, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan surat utang negara bertema SDGs (SDG bond) pertama di Asia Tenggara sebesar 500 juta Euro. (ATN)
Discussion about this post