ASIATODAY.ID, HONIARA – Negeri Kepulauan Solomon menolak tawaran dana untuk Pemilihan Umum (Pemilu) dari Australia karena dinilai tidak pantas.
Pemerintah Solomon menuduh Australia telah mencampuri urusan dalam negeri dengan menawarkan untuk mendanai pemilihan kepulauan itu pada tahun 2023.
Pada Selasa, pemerintah pulau Pasifik itu menyatakan sangat menghargai tawaran dari Australia, yang mengikuti pernyataan Perdana Menteri Solomon Manasseh Sogavare bahwa negara kepulauan Pasifik itu tidak mampu mendanai Pesta Olahraga Pasifik dan pemilihan pada tahun yang sama.
Namun, pemerintah Solomon merasa tersinggung karena proposal Australia dipublikasikan saat “sedang dalam proses membalas” Canberra.
Pemerintah juga menuduh Australia mencoba “mempengaruhi bagaimana anggota parlemen akan memberikan suara” pada undang-undang baru yang akan menunda pemilihan selama beberapa bulan.
“Ini adalah serangan terhadap demokrasi parlementer kami dan merupakan campur tangan langsung oleh pemerintah asing ke dalam urusan dalam negeri kami,” katanya seperti dilaporkan Al Jazeera, Selasa (6/9/2022).
Sogavare memperkenalkan undang-undang pada Selasa untuk mengubah konstitusi yang memungkinkan penundaan dalam siklus pemilihan empat tahun.
Pemilihan berikutnya saat ini dijadwalkan akan diadakan pada Mei 2023, meskipun Sogavare telah menyerukan agar pemungutan suara dipindahkan ke 2024.
Para kritikus menuduh perdana menteri mencoba “melibas” demokrasi dengan mempercepat undang-undang melalui parlemen.
Sebelumnya pada Selasa, Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan kepada Radio ABC bahwa Canberra baru-baru ini mendukung negara-negara lain, termasuk Papua Nugini, dalam mengadakan pemilihan.
“Ini mencerminkan komitmen lama dan historis kami untuk mendukung demokrasi dan proses demokrasi di Kepulauan Solomon,” katanya tentang tawaran terbaru.
Australia secara teratur memberikan bantuan keuangan ke Kepulauan Solomon dan mendukung pemilihan terakhirnya pada tahun 2019.
Australia saat ini juga memberikan dana sekitar US$ 5,7 juta (Rp 84,9 miliar) kepada Kantor Pemilihan Kepulauan Solomon untuk program reformasi.
Pertarungan bolak-balik pada Selasa terjadi ketika Kepulauan Solomon telah menjadi subjek tarik-menarik geopolitik.
Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat khawatir akan peningkatan pengaruh dari China setelah kerusuhan dan kekerasan terhadap kepemimpinan Sogavare pecah di ibu kota Honiara pada tahun lalu.
Pada April, Kepulauan Solomon menandatangani pakta keamanan dengan Beijing yang memungkinkan China untuk mengerahkan polisi bersenjata ke negara miskin itu untuk membantu menjaga “ketertiban sosial”. (ATN)
Discussion about this post