ASIATODAY.ID, TANGERANG – Krisis air bersih menjadi ancaman nyata bagi jutaan penduduk yang tersebar di tiga wilayah di Provinsi Banten mulai dari Kabupaten Tangerang, Tangerang Kota, hingga Tangerang Selatan (Tangsel).
Pasalnya, Sungai Cisadane yang menjadi sumber utama pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), terus mengalami pencemaran berat utamanya yang bersumber dari limbah pabrik dan industri.
Selain mendegradasi kualitas air, pencemaran juga mengancam ekologi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berdampak pada terganggunya sumber pengairan pertanian di wilayah itu.
Temuan terbaru, pabrik yang beroperasi disekitar DAS secara bebas membuang cairan limbahnya ke sungai tanpa melalui proses filterisasi. Kuat dugaan, limbah ini tidak melalui Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Fakta ini terjadi di wilayah Tangerang Selatan (Tangsel).
“Saya menyusuri Sungai Cisadane untuk melihat potensi pengembangan ekowisata dan transportasi air, tapi fakta yang kita temukan sangat menyedihkan. Saya melihat aliran limbah berwarna hijau toska mengalir ke sungai tanpa melewati proses filterisasi dan pengolahan,” kata Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Selasa (3/11/2020).
Rahayu Saraswati menyusuri Sungai Cisadane dari Bank Sampah Sungai Cisadane (Banksasuci) yang berada di Tangerang menuju Tangerang Selatan.
Selain mantan aktivis, Rahayu Saraswati saat ini sedang menjadi Calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Periode 2020-2025.
“Sungai Cisadane dicemari limbah berbahaya tapi menjadi sumber air PDAM. Saya ingin mengajak warga di sepanjang bantaran Sungai Cisadane untuk tidak lagi membuang sampah ke sungai, karena bagaimana pun air sungai Cisadane ini adalah sumber air minum untuk bersama,” Rahayu menambahkan.
Selain menemukan fakta pencemaran yang bersumber dari pabrik, persoalan lain yang dihadapi oleh Sungai Cisadane adalah pendangkalan yang bersumber dari sedimentasi dan sampah. Keberadaan kawasan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Cipeucang, yang tepat berada di bibir sungai, menjadi sumber persoalan utama.
Pasalnya, TPA ini kerap kali jebol dan mengakibatkan sampah-sampah menimbun sungai. Tak hanya pendangkalan semata, namun polusi udara juga menyelimuti kawasan itu akibat bau busuk dari sampah.
“Sungai Cisadane harus kita selamatkan dan ditata lewat sebuah program serius. Begitu pun dengan kondisi TPA Cipeucang, sudah waktunya diakhiri pencemaran lingkungan ini,” tandas Saraswati.
Ade Yunus, Direktur Banksasuci Tangerang yang turut mendampingi Rahayu Saraswati, mengungkapkan bahwa temuan limbah di Sungai Cisadane tersebut berasal dari sebuah pabrik tisu.
Sebenarnya kata Ade, kasus pencemaran limbah ini sudah lama dilaporkan kepada otoritas terkait namun tak pernah ada respon serius dan pembuangan limbah masih tetap saja terjadi.
Tak hanya pencemaran oleh pabrik, masalah TPA Cipeucang yang temboknya jebol dan mengakibatkan sampah tumpah ke sungai juga sudah seringkali terjadi.
“Laporan demi laporan pun tidak kunjung diselesaikan. Terlebih jika mulai memasuki musim penghujan, maka air hujan akan meresap ke dalam sampah, lalu mengalir masuk sungai. Maka lengkaplah kawasan di sekitar Tangsel dan Tangerang Kota akan mencium bau busuk yang sangat menyengat” kata Ade Yunus.
Sebagai referensi, Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai besar di Indonesia yang melintasi dua provinsi yakni Provinsi Jawa Barat dan Banten. Sungai ini bersumber dari kaki gunung salak dan Gunung Pangrango yang mengalir kearah utara melalui Kota Bogor, Ciampera, Tangerang dan berakhir di muara laut Jawa.
Sungai Cisadane mempunyai banyak anak sungai seperti Sungai Cisodong, Cibogo, Citempuan, Ciaten, Cisidangbarang, Cipanas dan masih banyak lagi. Debit minimun sungai Cisadane mencapai 26,54 m3/s dan maksimum adalah 484, 43 m3/s.
Kota Tangerang memiliki 3 aliran daerah sungai (DAS) yang mengalir didalamnya yaitu DAS Cisadane, DAS Cirarab, dan DAS Angke. Dari ketiga DAS tersebut, Sungai Cisadane adalah yang terpanjang lintasannya dan memiliki lebar sungai yang paling luas. Panjang aliran DAS Cisadane di wilayah Kota Tangerang mencapai 15 Km, sementara lebarnya rata-rata 100 m dengan kedalaman 12,5 m, serta debit 70 m3/detik.
Mata air Sungai Cisadane berada di Gunung Salak-Pangrango dengan posisinya berada di sebelah selatan Kabupaten Tangerang dan merupakan sungai yang cukup besar melintasi Tangerang dan Bogor. Panjang sungai seluruhnya sekitar 80 kilometer yang bermuara di Laut Jawa.
Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di seluruh wilayah Provinsi Banten, secara geografis terletak antara 1060 5’ dan 1060 9’ Bujur Timur serta 50 00’ dan 60 80’ Lintang Selatan. Luas DAS Cisadane kurang lebih 1.343,77 km2 dengan panjang sungai 79,6 km.
46 Persen Sungai di Indonesia Tercemar Berat
Pencemaran lingkungan yang terjadi di Sungai Cisadane kian menegaskan bahwa keberadaan sungai-sungai di Indonesia saat kian mengkhawatirkan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 46 persen sungai di Indonesia dalam keadaan tercemar berat, 32 persen tercemar sedang berat, 14 persen tercemar sedang dan 8 persen tercemar ringan.
Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pencemaran sungai disebabkan oleh berbagai faktor.
Peningkatan pertumbuhan penduduk dan percepatan ekonomi berdampak pada perairan darat (sungai). Pencemaran dan perubahan habitat di sekitar perairan mengakibatkan kerusakan ekosistem.
“Kita perlu mengembangkan suatu metode fisika, kimia, dan biologi untuk mengetahui kondisi perairan. Salah satunya dengan penggunaan organisme dalam studi toksisitas polutan di perairan,” kata Ocky Karna Rajasa, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI, dikutip dalam keterangan, Jumat (23/10/2020).
Menurut Ocky, pemulihan kondisi perairan darat tidak hanya berorientasi pada pemenuhan vital manusia, tetapi juga berorientasi pada menjaga ekologi dan kesehatan ekosistem yang berkelanjutan.
“Pemanfaatan ecological tool atau perangkat ekologis dalam penilaian kesehatan perairan darat dapat dikaji dan dikembangkan lebih lanjut karena Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi,” jelasnya.
Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Jojok Sudarso, mengatakan, penilaian kesehatan ekosistem sungai dengan indikator makrozoobentos mempunyai kelebihan dibandingkan ikan, perifiton, plankton dan bakteri.
“Tingkat mobilitas yang rendah menyebabkan makrozoobentos mudah mencerminkan kondisi kualitas perairan setempat. Selain itu, jumlah yang berlimpah di alam dan distribusi yang luas membuat oraganisme tersebut mudah di-sampling,” jelasnya.
“Indikator makrozoobentos penting digunakan untuk pemantauan kualitas ekosistem sungai karena merupakan komponen penting dalam rantai makanan,” tambahnya.
Lebih jauh Jojok memaparkan, bioindikator merupakan alat untuk mengetahui dampak dari perubahan lingkungan sebelum dampak yang lebih besar terjadi maupun evaluasi untuk keberhasilan program pengelolaan lingkungan.
“Pengembangan bioindikator perlu disesuaikan dengan kondisi ecoregion setempat dan perlu integrasi dengan pengukuran kimia, fisika, dalam pengendalian dan pencegahan kerusakan ekosistem akuatik,” imbuh Jojok.
Sementara itu, Gunawan Pratama Yoga, Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI, menjelaskan, kajian toksisitas bahan pencemar terhadap biota perairan darat penting dilakukan untuk menilai resiko keberadaan pencemar sumber daya hayati perairan darat.
“Melalui kajian toksisitas dapat diketahui nilai ambang batas suatu bahan pencemar yang dapat ditolerir oleh biota perairan darat,” tutur Yoga.
“Kajian toksisitas terhadap biota-biota endemik di Indonesia penting dilakukan untuk mengetahui tingkat toleransinya dalam menerima beban pencemar yang semakin tinggi di perairan darat Indonesia, sehingga kelestariannya dapat terjaga,” pungkas Yoga. (ATN)
Discussion about this post