ASIATODAY.ID, HONG KONG – Anggota parlemen pro-demokrasi Hong Kong ramai-ramai akan mengundurkan diri pada Rabu (11/11/2020).
Langkah itu sebagai bentuk protes atas pemecatan empat anggota parlemen oleh otoritas pro-Beijing kota.
Pengunduran diri tersebut akan mengurangi badan legislatif kota semi-otonom yang secara efektif akan mengakhiri keragaman berpendapat di bawah dominasi China.
“Kami akan berdiri bersama rekan-rekan kami. Kami akan mengundurkan diri secara massal,” kata Wu Chi-wai, salah satu dari 15 anggota parlemen pro-demokrasi yang tersisa, dalam konferensi pers seperti dilansir AFP.
Keempat anggota parlemen dipecat setelah China mengeluarkan resolusi yang memberi otoritas lokal kekuatan baru untuk menghentikan perbedaan pendapat. Keempatnya yakni Alvin Yeung, Dennis Kwok, Kwok Ka-ki dan Kenneth Leung.
Mereka sebelumnya dilarang untuk mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif yang ditunda hingga awal tahun.
Dennis Kwok mengatakan bahwa Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah berusaha mengubah Dewan Legislatiff menjadi sistem satu partai.
“Konyol bahwa pemerintah telah sepenuhnya melepaskan Undang-Undang Dasar dan ‘Sistem Satu Negara Dua Sistem’. Dewan Legislatif memiliki tanggung jawab untuk mengawasi kerja pemerintah,” kata Dennis.
Rencananya surat pengunduran diri anggota parlemen pro-demokrasi akan diserahkan ke majelis legislatif pada Kamis (12/11/2020).
Anggota parlemen pro-demokrasi yang tersisa mengatakan keputusan pengunduran diri massal karena kerangka “Satu Negara Dua Sistem” membuat kebebasan berpendapat di Hong Kong telah mati.
Resolusi baru yang disahkan oleh badan legislatif tertinggi China memungkinkan eksekutif Hong Kong untuk mengusir anggota parlemen terpilih secara langsung tanpa harus melalui pengadilan. Aturan baru ini memperkuat kendali China atas Hong Kong sebagai wilayah semi-otonom.
Di bawah putusan baru, anggota parlemen yang dianggap mempromosikan atau mendukung kemerdekaan Hong Kong, atau yang menolak mengakui kedaulatan China akan “segera kehilangan kualifikasi”.
Resolusi yang sama juga berlaku bagi anggota parlemen terpilih yang “mencari kekuatan asing untuk ikut campur dalam urusan Hong Kong” atau “yang untuk menegakkan Hukum Dasar”-konstitusi kota semi otonom yang dianggap “tidak setia pada persyaratan dan ketentuan hukum”.
Keputusan untuk mengundurkan diri massal anggota parlemen Hong Kong menjadi pukulan bagi gerakan pro-demokrasi sejak China memberlakukan undang-undang keamanan nasional pada awal Juni lalu. (ATN)
Discussion about this post