ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ekosistem di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dalam kondisi rusak parah. Maraknya aktivitas penambangan emas illegal yang berlangsung secara sporadis memicu kehancuran ekologi di kawasan itu.
Menurut Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kemenko Marves Suhendar, permasalahan penambangan emas tanpa izin ini, marak terjadi di Indonesia dan salah satu yang terbesar adalah di TNGHS.
Konservasi TNGHS mencakup wilayah seluas 134.000 Ha. Wilayah ini dikelola secara zonasi yang dibagi kedalam tiga kabupaten di Bogor dan Sukabumi di Jawa Barat serta Lebak di Banten. Di wilayah TNGHS Lebak, terdapat 1.089 pondok kerja, 391 lubang dan 2.461 Gulundung yang ada akibat PETI. Saat ini telah dilakukan berbagai upaya untuk dapat menutup lubang penambangan serta mengganti aktivitas mata pencaharian alternatif masyarakat di wilayah lebak.
“Wilayah Gunung Salak dan Gunung Halimun merupakan kawasan konservasi yang perlu kita jaga bersama, oleh karena itu kita membutuhkan kegiatan yang komprehensif dan berkelanjutan dalam menyelesaikan PETI di wilayah Lebak ini,” kata Kepala Seksi Pengelolaan TNGHS Lebak Siswoyo, dikutip Senin (7/12/2020).
Lubang penambangan emas pada wilayah TNGHS mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dampak yang kerap terjadi adalah longsor dan banjir bandang. Bekas lubang penambangan yang berada pada lereng-lereng punggungan bukit atau igir wilayah konservasi mengakibatkan terjadinya land slide atau longsoran tanah yang merusak jalan dan permukiman masyarakat setempat.
Penambangan emas tanpa izin ini yang terus terjadi hingga kini sudah dilakukan sejak tahun 1970-an dan belum ada alternatif pengganti mata pencaharian lainnya bagi masyarakat yang dapat dijadikan mata pencaharian utama. Dari 5 kecamatan yang terdiri dari 42 desa di wilayah Lebak, hampir 50 persen dari penduduknya adalah pelaku PETI.
Oleh karena itu, dibutuhkan solusi yang tepat untuk mengembangkan potensi mata pencaharian bagi masyarakat di wilayah Lebak. Potensi yang dapat dikembangkan antara lain pariwisata, peternakan, pertanian, dan perikanan.
“Kami meminta bantuan kepada pemerintah untuk memfasilitasi daerah kami, seperti membangun infrastuktur jembatan, jalan, dan juga membantu penyediaan lahan agar potensi wilayah kami dapat dikembangkan,” ujar Kepala Desa Citorek Kidul menyampaikan aspirasinya.
Potensi wisata yang bisa dikembangkan adalah ekowisata Gunung Luhur, wisata geologi bekas goa penambangan emas, wisata minat khusus tracking kawasan TNGHS dan wisata alam lainnya. (ATN)
Discussion about this post