ASIATODAY.ID, NEW YORK CITY – Sebanyak 38 orang di sejumlah penjara di New York City, termasuk kompleks Rikers Island, dinyatakan positif terpapar coronavirus (covid-19).
Mereka terdiri dari 12 pegawai Lembaga Pemasyarakatan Amerika Serikat, lima karyawan Layanan Kesehatan Pemasyaratan, dan 21 narapidana.
Dalam sebuah surat untuk otoritas hukum AS, ketua interim Lembaga Pemasyarakatan Jacqueline Sherman menginformasikan bahwa saat ini ada 58 orang terduga pengidap covid-19 yang sedang diawasi di unit penyakit menular dan karantina.
Melansir Guardian, Minggu (22/3/2020), Sherman memperingatkan bahwa 58 orang itu mungkin sudah melakukan kontak dengan ratusan orang dalam beberapa pekan terakhir. Mereka juga dikhawatirkan telah banyak bersentuhan dengan narapidana dan juga staf di sejumlah penjara AS.
Lebih dari 2,2 juta warga AS berada di balik jeruji penjara, yang merupakan angka tertinggi dari negara manapun di seluruh dunia. Terdapat kekhawatiran covid-19 dapat menyebar dengan cepat di jaringan penjara federal serta pusat detensi di seantero AS.
Di tengah keterbatasan kapasitas tes covid-19 di AS, para staf penjara dan juga narapidana khawatir mereka rentan terkena covid-19. Banyak juga dari mereka yang mungkin sudah terjangkit tanpa disadari.
Kasus pertama covid-19 di penjara AS mulai muncul sepekan lalu. Kasus-kasus itu muncul di sejumlah penjara yang terbentang dari California dan Michigan hingga ke Pennsylvania.
Merujuk data terbaru Universitas Johns Hopkins pada Minggu ini, jumlah kasus covid-19 di seantero AS telah melampaui 26 ribu dengan 340 kematian dan 176 pasien sembuh.
Sebelumnya, penjara-penjara di Amerika Serikat membebaskan sejumlah tahanan karena kasus virus corona dilaporkan menyebar dalam penjara.
Melansir BBC, Kota New York melepaskan tahanan yang masuk kategori “rentan”, kata Wali Kota Bill de Blasio pada hari Rabu (18/03/2020), beberapa hari setelah penjara di Los Angeles dan Cleveland membebaskan ratusan tahanan.
Pendukung reformasi penjara mengatakan mereka yang berada di penjara berisiko lebih tinggi untuk terkena dan menularkan kembali Covid-19.
Wali Kota New York, Bill de Blasio, mengatakan pihaknya akan mengidentifikasi sejumlah napi untuk dibebaskan, termasuk orang-orang yang ditangkap karena kejahatan ringan, dan mereka yang paling rentan terkena infeksi karena masalah kesehatan.
Pengumumannya disampaikan beberapa jam setelah seorang penjaga penjara dan seorang tahanan dinyatakan positif mengidap virus corona di penjara Pulau Rikers, tempat mantan produser Hollywood Harvey Weinstein, 68, dibui.
Sementara di Iran, otoritas negara itu membuat kebijakan membebaskan puluhan ribuan narapidana dari penjara. Kebijakan itu diambil di tengah merebaknya wabah virus corona Covid-19.
Setidaknya ada 54.000 narapidana diizinkan keluar dari tahanan setelah menjalani pemeriksaan negatif virus corona dan memberikan jaminan uang. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah penularan virus mematikan itu.
Dilansir CNN, Rabu (4/3/2020), Juru Bicara Kementerian Hukum Iran, Gholamhossein Esmaili mengatakan kondisi kesehatan para tahanan di bawah pantauan Kementerian Kesehatan.
“Kondisi kesehatan para tahanan sangatlah penting bagi kami, tanpa membedakan mereka tahanan khusus atau biasa,” kata Esmaili.
Wabah virus corona di Iran telah menewaskan sedikitnya 77 orang dalam waktu kurang dari dua minggu.
Bagaimana di Indonesia?
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Supriansa, SH, MH memandang, Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah cepat demi keselamatan para penghuni rutan / lapas dari pandemi global wabah corona (Covid-19).
“Kita sama membaca dan paham situasi lapas dan rutan yang semuanya dalam kondisi over-capacity. Untuk mencegah Covid-19 — kita sama membaca bahwa ‘kunjungan keluarga’ ditiadakan. Tapi apakah ada jaminan bahwa petugas/pejabat lapas/rutan tidak membawa covid-19? Mereka tetap pulang ke rumah dan lingkungan di luar lapas. Bukankah beberapa dokter yang menyiapkan diri dengan paripurna (memakan vitamin, menggunakan APD dan Masker N-59) sudah dikabarkan positif covid-19,” terang Supriansa, Jumat (20/3/2020).
“Pada hari Jumat lalu, saya mendapat laporan dari beberapa lapas bahwa shalat Jumat tetap berlangsung di dalam lapas. Harusnya Dirjen Pemasyarakatan memiliki sikap tegas soal ini (melarang sholat Jumatan jika tidak ada jaminan bahwa kontak fisik tidak memiliki potensi pesebaran virus corona),” tegasnya.
Menurut dia, social-distancing tak mungkin dilaksanakan di dalam lapas/rutan, mengingat sel-sel di dalam lapas dan rutan dalam posisi over-capacity. Kedua apakah cukup ada jaminan urusan bersih-bersih di sana, mengingat keterbatasn fasilitas mandi dan sarana pendukung lainnya.
“Jika Dirjen Pemasyarakatan/Kementerian Hukum dan HAM melihat atau menyikapi ini sebagai bisnis as usual (berjalan biasa-biasa saja) — maka sekali virus covid-19 masuk ke lapas, maka akan ada potensi ‘ledakan-kematian’ dalam jumlah ratusan hingga ribuan dalam sekali rentang waktu dan ruang. Ibarat ya kita melihat ada rumah terbakar di dekat gudang amunisi dankita membiarkan kebakaran itu dan tidak ada pemikiran untuk memadamkannya,” paparnya.
Dia memandang, mungkin potensi ini sudah dibaca pelaksana kebijakan penjara di Iran dan Walikota New York Amerika Serikat (bisa dilihat link beritanya) — untuk itu mereka melepaskan sejumlah tahanan.
“Sudah saatnya dibuat rencana mitigasi terkait soal ini. Mungkin penjahat ringan dilepaskan, sesudah diberi tugas membersihkan semua karpet dan lantai sertadi dinding-dinding lapas. Pemakai shabu-shabu dimohonkan grasi ke presiden kalau sudah menjalankan 1/2 masa hukumannya,” jelasnya.
“Para tahanan yang jelas alamat dan jaminan keluarganya, bisa dibantarkan dan dikembalikan ke lapas jika wabah Covid-19 sudah berlalu. Ini sangat penting untuk di pikirkan terutama kepada pejabat terkait,” imbuhnya. (ATN)
Discussion about this post