ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sejumlah proyek hilirisasi pertambangan yang digarap oleh anak usaha Mining Industry Indonesia (MIND ID) atau PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) tidak berjalan akibat pandemi Covid-19.
Menurut Direktur Utama Inalum Orias Petrus Moedak, sejumlah proyek besar mengalami penyesuaian jawal akibat terhambatnya mobilitas pekerja dan barang, terutama untuk proyek yang dikerjakan bersama China.
“Mitra kami terkendala dan tidak bisa bergerak karena ada zona merah di wilayah kami kerja, jadi secara otomatis mengalami penundaan,” jelas Orias dalam forum rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/6/2020).
Setidaknya ada enam proyek di bawah holding MIND ID yang terhambat.
Pertama proyek smelter grade alumina refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat. Proyek yang digarap Inalum dan anak usahanya PT Aneka Tambang Tbk(Antam) ini sedang dalam tahap pengerjaan early work (pematangan lahan) dan penyelesaian Engineering Design.
Nantinya smelter ini memiliki kapasitas seribu Ktpa alumina dengan investasi USD841 juta. Proyek ini sedianya ditargetkan beroperasi pada 2023. Proyek ini kemungkinan akan dilanjutkan pengerjaannya pada Agustus 2020.
Kedua, proyek smelter tembaga dan Precious Metal Refinery (PMR) milik PT Freeport Indonesia (PTFI). Smelter yang berlokasi di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIPEE) Gresik ini digarap dengan investasi USD3 miliar.
Rencananya, Fasilitas PMR ditargetkan bisa beroperasi kuartal IV-2022, sedangkan smelter tembaga ditargetkan rampung Kuartal IV-2023. Namun, PTFI sudah mengajukan penundaan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait mundurnya penyelesaian smelter selama satu tahun.
Saat ini, progres proyek sedang dalam pematangan lahan dan sudah merampungkan Front End Engineering Design (FEED). Dengan progres kemajuan fisik sampai akhir Mei baru mencapai 5,86 persen. Izin penundaan penyelesaian proyek ini penting karena progres pengerjaan smelter menjadi salah satu indikator terbitnya izin ekspor konsentrat tembaga PTFI.
“Jadi kami ingin ada kelonggaran, jangan sampai tertunda karena covid-19 mengganggu izin ekspor konsentrat yang dihasilkan Freeport,” jelas Orias.
Ketiga, proyek smelter tin ausmelt di Bangka Barat. Proyek PT Timah Tbk (TINS) ini memiliki kapasitas 40.000 ton crude tin yang ditargetkan bisa beroperasi tahun depan. Pengerjaan Engineering Procurement and Construction (EPC) direncanakan bakal berlanjut pada Oktober 2020.
Keempat, proyek upgrading atau peningkatan teknologi tungku reduksi smelter dan refinery alumina milik Inalum. Proyek senilai USD107,7 juta ini ditargetkan bisa meningkatkan kapasitas produksi hingga 30 Ktpa aluminium, dan dijadwalkan rampung pada 2022.
“Kita masih menunggu kesiapan, karena mitra kami dari China dan Timur Tengah, mereka juga mengalami masalah covid-19. Jadi ada pengaruhnya terhadap berlangsungnya proyek ini,” jelasnya.
Kelima, proyek smelter feronikel (FeNi) Antam. Konstruksi smelter berkapasitas 13.500 ton Ni ini sebenarnya sudah mencapai 97,98 persen. Namun, jadwal operasional smelter ini terhambat lantaran belum memiliki pasokan listrik.
Orias mengungkapkan saat ini pihaknya sedang melakukan pembicaraan dengan PT PLN (Persero) agar bisa memasok listrik ke smelter FeNi yang berlokasi di Halmahera Timur itu.
Keenam, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Tanjung Enim, Sumatera Selatan. PLTU ini merupakan proyek PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang bermitra dengan China Huadian Corporation.
Proyek berkapasitas 2 x 621,72 mega watt (MW) dengan investasi USD1,68 miliar ditargetkan beroperasi pada 2022. Tahapan yang sedang dikerjakan adalah konstruksi EPC dan pembebasan lahan transmisi. Rencananya akan pengerjaan proyek akan dilanjutkan pada September mendatang.
“Masih mengalami penundaan dan progres proyek mengalami pergeseran karena covid-19. Kalau sudah terbuka pergerakan karyawan dari China, mitra kami segera melanjutkan proyek ini,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post