ASIATODAY.ID, KOLOMBO – Eks Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa akhirnya kembali ke Kolombo pada Sabtu (3/9/2022) waktu setempat.
Rajapaksa terbang dari Bangkok, Thailand melalui Singapura sekitar Jumat tengah malam dan mendarat di Bandara Internasional Bandaranaike Kolombo, setelah 7 pekan mengungsi karena melarikan diri dari protes rakyat.
Laporan NPR, Minggu (4/9/2022), Rajapaksa disambut oleh anggota parlemen partainya dan meninggalkan bandara dengan iring-iringan mobil yang dijaga ketat oleh tentara bersenjata. Ia kemudian menuju rumah milik pemerintah yang dialokasikan untuknya sebagai mantan presiden di pusat Ibu Kota, Kolombo.
Pada 13 Juli, pemimpin yang digulingkan, bersama istri dan dua pengawalnya itu melarikan diri dengan pesawat angkatan udara ke Maladewa sebelum melakukan perjalanan ke Singapura. Di Singapura, ia secara resmi mengundurkan diri.
Rajapaksa terbang ke Thailand dua pekan kemudian. Rajapaksa tidak memiliki kasus pengadilan atau surat perintah penangkapan yang tertunda terhadapnya.
Satu-satunya kasus pengadilan yang Rajapaksa hadapi ialah dugaan korupsi selama menjabat sebagai sekretaris Kementerian Pertahanan di bawah kepresidenan kakak laki-lakinya.
Gugatan itu ditarik ketika dia terpilih sebagai presiden pada 2019 karena kekebalan konstitusional.
Selama beberapa bulan, Sri Lanka dicengkram krisis ekonomi terburuk dalam sejarahnya. Hal tersebut memicu protes luar biasa dan kemarahan publik yang pada akhirnya memaksa Rajapaksa dan saudaranya, mantan perdana menteri, untuk mundur.
Situasi di negara yang bangkrut itu diperparah oleh faktor-faktor global seperti pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina, tetapi banyak yang menganggap keluarga Rajapaksa yang dulu berkuasa bertanggung jawab atas salah urus ekonomi dan menjerumuskannya ke dalam krisis.
Krisis ekonomi telah menyebabkan kelangkaan kebutuhan pokok selama berbulan-bulan seperti bahan bakar, obat-obatan, dan gas untuk memasak karena kekurangan mata uang asing.
Meskipun pasokan gas untuk memasak dipulihkan oleh bantuan dukungan Bank Dunia, kekurangan bahan bakar, obat-obatan kritis dan beberapa bahan makanan terus berlanjut.
Negara kepulauan itu telah menangguhkan pembayaran utang luar negeri hampir US$7 miliar yang jatuh tempo tahun ini. Total utang luar negeri negara itu berjumlah lebih dari US$51 miliar, sejumlah US$28 miliar harus dilunasi pada 2027.
Pada Selasa pekan ini, Presiden Ranil Wickremesinghe dan pemerintahannya mencapai kesepakatan awal dengan Dana Moneter Internasional untuk paket pinjaman US$2,9 miliar selama empat tahun untuk membantu negara pulih. (ATN)
Discussion about this post