ASIATODAY.ID, RAMALLAH – Sedikitnya 9 warga Palestina, termasuk seorang wanita lansia, tewas dalam serbuan militer Israel pada Kamis (26/1/2023) di wilayah Tepi Barat yang diduduki, demikian menurut berbagai sumber Palestina, dilansir Xinhua.
Kekerasan itu terjadi di kamp pengungsi Jenin di bagian utara Tepi Barat, daerah rawan konflik yang menjadi benteng pertahanan militan dan kerap menjadi sasaran serbuan tentara Israel selama hampir setahun terakhir.
Militer Israel mengonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah menyerbu kamp pengungsi tersebut, dan mengklaim tindakan mereka sebagai upaya untuk menggagalkan “serangan besar” oleh militan.

Kementerian Kesehatan Palestina menyebutkan dalam sebuah pernyataan bahwa sedikitnya 9 orang tewas dan 13 lainnya luka-luka, termasuk tiga orang yang menderita luka serius.
Dalam pernyataan terpisah, Menteri Kesehatan Palestina Mai al-Kaila menuding pasukan Israel melemparkan gas air mata ke ruang perawatan anak-anak di sebuah rumah sakit.
Militer Israel mengklaim dalam pernyataannya bahwa tentara dan pasukan antiterorisme nasional Yamam menyerbu kamp pengungsi Jenin untuk menangkap “regu teror” yang terafiliasi dengan Jihad Islam, sebuah kelompok bersenjata Palestina.
Tidak ada korban luka dari pihak Israel yang dilaporkan.
Pada Kamis sore waktu setempat, ribuan pelayat Palestina memakamkan jenazah para korban tewas.
Menyusul penyerbuan itu, warga Palestina berunjuk rasa mengutuk pembunuhan sembilan warga Palestina tersebut oleh tentara Israel.
Menurut data Kementerian Kesehatan Palestina, lebih dari 170 warga Palestina tewas di Tepi Barat pada 2022, dan sedikitnya 29 orang tewas pada Januari tahun ini.
Sebuah pernyataan yang dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa 2022 menjadi tahun paling mematikan bagi warga Palestina sejak 2006.
Ketegangan semakin diperparah sejak pemerintahan sayap kanan paling ekstrem Israel, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, mulai menjabat Desember tahun lalu.
Palestina akhiri koordinasi keamanan dengan Israel
Otoritas Palestina pada Kamis (26/1) mengumumkan berakhirnya koordinasi keamanan dengan Israel sebagai respons atas pembunuhan sembilan warga Palestina di Kota Jenin, Tepi Barat.
“Mengingat agresi berulang terhadap rakyat kami dan pelanggaran atas perjanjian yang telah ditandatangani, kami menganggap bahwa koordinasi keamanan dengan pemerintah pendudukan Israel telah berakhir mulai saat ini,” kata Nabil Abu Rudeineh, Juru Bicara Kepresidenan Palestina, dalam pernyataan pers.
Keputusan tersebut diambil setelah pertemuan darurat Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organization/PLO), Komite Pusat Fatah, dan pemerintah Palestina. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Abu Rudeineh menyerukan faksi-faksi Palestina untuk melakukan perlawanan rakyat yang lebih damai “demi melindungi warga Palestina dan kemampuan mereka dalam menghadapi terorisme pemukim dan pasukan pendudukan Israel.”
Pimpinan Palestina memutuskan untuk segera menemui Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) guna meminta perlindungan internasional bagi rakyat Palestina di bawah Bab VII Piagam PBB untuk menghentikan tindakan-tindakan sepihak, ujarnya.
Pimpinan Palestina juga akan segera bertolak ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) untuk menambahkan “berkas pembantaian yang dilakukan oleh pasukan Israel di Jenin hari ini pada berkas yang sebelumnya telah diserahkan ke pihak mahkamah,” tambah juru bicara tersebut.
Koordinasi keamanan antara Israel dan Otoritas Palestina dihasilkan oleh Perjanjian Oslo yang ditandatangani antara Israel dan PLO pada 1990-an. Pendirian Otoritas Palestina sendiri juga merupakan hasil dari Perjanjian Oslo. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post