ASIATODAY.ID, JAKARTA – Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara pada 2021 mengalami penurunan namun tidak signifikan.
Dari seluruh negara ASEAN, Singapura menjadi satu-satunya yang mencatatkan pertumbuhan dari 6 persen menjadi 6,3 persen.
Ekonomi Indonesia diproyeksikan hanya tumbuh 4,1 persen atau turun dari perkiraan sebelumnya 4,5 persen.
Berdasarkan laporan Asian Development Outlook edisi Juli 2021, faktor utama penurunan ekonomi berasal dari peningkatan kasus Covid-19 dan kebijakan PPKM Darurat pada 3-20 Juli lalu.
“Ketika infeksi Covid-19 mencapai rekor tertinggi, penguncian (PPKM Darurat) diperintahkan dari 3 hingga 20 Juli akan menghambat pemulihan yang sedang berlangsung, yang dimulai pada kuartal tiga 2020 dan berlanjut hingga kuartal dua 2021, ketika aktivitas terus meningkat, kebijakan fiskal tetap mendukung, dan permintaan ekspor meningkat,” tulis ADB dalam laporannya, Rabu (28/7/2021).
Saat ini pemerintah memperpanjang implementasi PPKM yang telah bersulih nama menjadi PPKM Level 4 pada 26 Juli sampai 2 Agustus 2021. Sementara rekor kasus tertinggi dicetak Indonesia pada angka 56 ribu pada pertengahan Juli.
“Penguncian akan menghambat pemulihan yang sedang berlangsung yang dimulai pada kuartal III 2020 dan berlanjut hingga kuartal II 2021 ketika aktivitas terus meningkat,” tulis ADB.
Meski demikian, ADB menilai kebijakan fiskal pemerintah sejauh ini cukup mendukung ekonomi masyarakat dan nasional. Begitu juga dengan kinerja ekspor yang baik berkat meningkatnya permintaan dari pasar global.
Pada 2022, ADB memproyeksikan ekonomi Indonesia tetap sama sebesar 5 persen. Sedangkan tingkat harga konsumen atau inflasi di Indonesia bakal menyusut dari proyeksi awal 2,4 persen menjadi 2,1 persen pada 2021, namun tetap kisaran 2,8 persen pada 2022.
ADB juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi negara-negara di Asia Tenggara dari 4,4 persen menjadi 4 persen tahun 2021. Hal ini seiring pemberlakuan kebijakan pembatasan mobilitas untuk memerangi kebangkitan Covid-19 di seluruh wilayah.
Sementara Malaysia, ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negeri jiran juga turun dari 6 persen pada April menjadi 5,5 persen. Pada kuartal I 2021, Malaysia mencatat penurunan PDB yang lebih kecil sebesar 0,5 persen YoY. Hal ini dipicu perbaikan permintaan di dalam negeri dan ekspor, khususnya elektronik dan produk listrik.
Namun, perpanjangan kebijakan penguncian yang diberlakukan pada kuartal 2021 diperkirakan akan melemahkan permintaan domestik kembali. Adapun kondisi bisnis memburuk tajam pada Juni di bawah langkah-langkah pembatasan yang lebih ketat.
“Risiko penurunan yang lebih besar kemungkinan terjadi karena meningkatnya infeksi tidak menunjukkan tanda mereda. Perkiraan PDB pada 2022 dipertahankan sebesar 5,7 persen,” tulis ADB.
PDB Filipina tetap 4,5 persen dan Singapura menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang meningkat proyeksi ekonominya, yakni dari 6 persen menjadi 6,3 persen.
“Pengeluaran pemerintah yang berkelanjutan pada infrastruktur dan program bantuan sosial akan mendukung pemulihan, seperti halnya penjemputan bertahap dalam rumah tangga pengeluaran dibantu oleh remitansi yang kuat,” tulis ADB.
ADB turut mengoreksi perkiraan laju ekonomi Vietnam dari 6,7 persen menjadi 5,8 persen dan Thailand dari 3 persen menjadi 2 persen.
Di luar Asia Tenggara, ADB memperkirakan ekonomi Hong Kong naik dari 4,6 persen menjadi 6,2 persen, Korea Selatan meningkat dari 3,5 persen ke 4 persen, dan India dari 11 persen merosot ke 10 persen. Namun, ramalan ekonomi China tetap 8,1 persen. (ATN)
Discussion about this post