ASIATODAY.ID, JAKARTA – Asian Development Bank (ADB) menyiapkan dana senilai USD80 miliar atau setara Rp1.168 triliun untuk pendanaan aksi iklim di Asia Pasifik terhitung dari 2019 hingga 2030.
“ADB menyediakan USD80 miliar dalam pendanaan iklim dari 2019 hingga 2030 secara kumulatif,” kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa dalam International Climate Change Conference (ICCC), Kamis (22/7/2021).
Menurut Asakawa, dana tersebut digunakan untuk membantu negara berkembang yang merupakan anggota dalam upaya mencapai net zero emission dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Asia Pasifik lanjutnya bertanggung jawab atas lebih dari 50 persen emisi gas rumah kaca global dan pada saat yang sama kawasan ini juga sedang menghadapi dampak perubahan iklim.
Adapun beberapa langkah respons negara anggota dalam menanggulangi hal itu adalah dekarbonisasi secara cepat, adaptasi perubahan iklim, dan pembangunan ketahanan.
Di sisi lain, upaya tersebut membutuhkan kerja sama internasional serta keuangan publik dan swasta yang kuat terutama di tengah pandemi yang menyebabkan ruang fiskal terbatas.
“Menerapkan ini dalam keadaan saat ini akan menjadi tantangan terutama karena ruang fiskal yang terbatas yang dimiliki negara-negara anggota berkembang sebagai akibat dari pandemi,” tegasnya.
Oleh sebab itu, ADB berkomitmen untuk menyelaraskan operasinya dengan tujuan Perjanjian Paris dengan penyelarasan penuh terhadap sovereign operations pada 1 Juli 2023.
Kemudian untuk penyelarasan nonsovereign operations akan mencapai 85 persen pada 1 Juli 2023 dan 100 persen persen pada 1 Juli 2025. Tak hanya itu, ADB turut mengumumkan rencana untuk meningkatkan investasi dalam adaptasi dan ketahanan yang menghasilkan pembiayaan kumulatif sebesar USD9 miliar pada 2019 sampai 2024.
Selanjutnya, ADB juga bekerja sama dengan sponsor utama sektor publik dan swasta untuk mengembangkan energy transition mechanism (ETM) di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
“ETM memiliki potensi untuk membantu negara-negara berkembang anggota yang perlu mengurangi emisi gas rumah kaca mereka,” pungkasnya.
Dukung indonesia
Lebih jauh, Asakawa menyatakan bahwa ADB mendukung Indonesia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui berbagai langkah dan upaya.
“ADB sepenuhnya mendukung Indonesia melalui operasi pengetahuan dan kemitraan kami yang berdaulat dan sektor swasta,” jelasnya.
Asakawa menyebutkan salah satu dukungan ADB adalah dengan memberikan pendanaan untuk pembangkit energi hijau dalam rangka mewujudkan ekonomi rendah karbon.
ADB bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia memberikan dukungan pada pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) seiring penghentian penggunaan pembangkit listrik batu bara.
“Kami juga telah menyediakan pembiayaan untuk proyek panas bumi dan surya,” ujarnya.
Selanjutnya ADB mendukung peningkatan obligasi hijau yang berkelanjutan dengan mendorong PT PLN (Persero) untuk mulai menerbitkan obligasi berkelanjutan tersebut.
“Kami juga berencana untuk mendirikan pusat ekonomi biru di wilayah Indonesia,” katanya.
Selain itu ADB turut mendukung rencana Pemerintah Indonesia dalam mengenakan pajak karbon yang saat ini sedang dibahas dalam RUU tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam kesempatan yang sama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan dalam lima tahun terakhir Indonesia mengalokasikan dana sebesar 4,1 persen dari APBN per tahun untuk perubahan iklim.
Di sisi lain, menurutnya, alokasi tersebut baru mencukupi sepertiga anggaran perubahan iklim yang dibutuhkan Indonesia untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca pada 2030.
“Jadi penting untuk tidak hanya meningkatkannya tetapi juga melibatkan kemitraan dengan sektor swasta dan sektor lain untuk menghasilkan sumber daya yang kuat,” tegasnya.
Ia mengatakan Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen melalui pendanaan sendiri serta 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
“Kami memasukkan perubahan iklim ke dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024. Kami menetapkan rencana aksi nasional dan pada mitigasi dan adaptasi,” jelasnya. (Ant)
Discussion about this post