ASIATODAY.ID, JAKARTA – Amnesty International Indonesia mengecam keras tindakan peretasan yang terjadi pada akun Twitter pribadi Pandu Riono dan laman berita Tempo.co.
Tindakan tersebut adalah pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Menurut Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, kedua kasus peretasan ini dengan jelas mengarah kepada mereka yang berani mengkritik kebijakan pemerintah.
Usman memandang, selama ini Pandu begitu lantang menyuarakan kritik terhadap kebijakan Pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Sementara pemberitaan Tempo banyak menyorot keprihatinan politik dan sosial yang terjadi di dalam negeri, termasuk juga mengkritisi rezim yang sedang berkuasa.
“Kami memandang kedua kasus peretasan ini dapat dilihat sebagai pembungkaman kritik. Jika ini benar, maka jelas pelanggaran HAM telah terjadi. Hak seseorang untuk mengungkapkan pendapatnya adalah hak yang dilindungi di konstitusi dan hukum HAM internasional,” tegas Usman melalui keterangan tertulisnya yang diterima Sabtu (22/8/2020).
Oleh karena itu, Usman memdesak agar Pemerintah dan aparat penegak hukum mengusut kasus ini secara transparan, akuntabel, dan jelas. Semua pelaku peretasan wajib ditangkap, diproses dengan adil dan dijatuhkan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Jika terbukti pelaku adalah bagian dari otoritas negara, maka tidak boleh ada impunitas hukum,” tegasnya.
Usman juga menegaskan, negara harus menjamin bahwa hak kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dilindungi karena masyarakat berhak mendapatkan dan memang membutuhkan informasi.
“Pembungkaman informasi, apalagi terkait pandemi yang tengah berlangsung, tidak hanya melanggar hak atas informasi yang dijamin dalam hukum HAM internasional, namun juga berpotensi melanggar hak atas kesehatan,” tandasnya.
Pada Rabu (19/8) akun Twitter pribadi milik Pandu @drpriono diretas oleh pihak yang tidak dikenal.
Pandu adalah seorang epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Pandu memang aktif mengkritisi kebijakan dan aturan pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19, seperti mengkritik promosi pariwisata di tengah pandemi, pemberlakuan new normal serta pelonggaran PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), dan rencana pembukaan sekolah yang berlokasi di zona hijau dan kuning di beberapa wilayah di Indonesia.
Berdasarkan keterangan Kawal Covid-19, platform dimana Pandu Riono aktif berperan sebagai salah satu kontributor, beberapa kolega Pandu dan mitra Kawal Covid-19 mendapat bombardir pesan berisi informasi pribadi seputar Pandu di platform Whatsapp mereka.
Sejak Rabu pagi Pandu diketahui telah menginformasikan kepada Kawal Covid-19 bahwa aplikasi pesan instan miliknya itu telah dipenuhi pesan dari pengirim tak dikenal, sebelum muncul unggahan foto pribadi di akun miliknya.
Pekan lalu, Pandu Riono mengkritik penelitian Universitas Airlangga Surabaya (Unair) dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI yang mereka klaim sebagai obat Covid-19 pertama di dunia. Pandu menyebut obat buatan Unair dan dua lembaga negara tersebut belum diregistrasi uji klinis oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
Sebelumnya, dalam sebuah diskusi di bulan Juli, Pandu mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghentikan rapid test dalam penanganan pandemi Covid-19. Ia menilai, rapid test hanya diperlukan untuk mengetahui seberapa besar penduduk yang terinfeksi, bukan menjadi bagian dari penanggulangan pandemi.
Sementara itu, pada tanggal 21 Agustus 2020 dini hari, portal media Tempo.co diduga mengalami peretasan oleh akun Twitter bernama @xdigeeembok. Namun, saat ini laman berita Tempo.co sudah berhasil dipulihkan kembali.
Kedua kasus ini bukanlah kasus intimidasi dan serangan digital pertama di Indonesia yang dicatat oleh Amnesty Internasional. Pada bulan April silam, kasus serupa terjadi kepada aktivis Ravio Patra yang secara terbuka mengkritik kekurangan transparansi data tentang pasien Covid-19.
Akun Whatsapp Ravio diretas dan ia kemudian diamankan oleh polisi karena menyebarkan provokasi melalui akun whatsapp-nya tersebut. Berdasarkan catatan Amnesty, dari Februari hingga 11 Agustus 2020, setidaknya terdapat 35 kasus dugaan intimidasi dan serangan digital terhadap mereka yang aktif mengkritik kebijakan pemerintah.
Hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi sudah dijamin dan dilindungi di berbagai instrumen hukum.
Secara internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di pasal 19 di Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum No. 34 terhadap Pasal 19 ICCCP. Hak tersebut juga dijamin di Konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E dan 28F UUD, serta pada Pasal 14 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. (ATN)
Discussion about this post