ASIATODAY.ID, JAKARTA – Perubahan iklim global menjadi salah satu fokus utama pemerintahan Joe Biden.
Sebagai negeri penyumbang emisi karbon terbesar kedua di dunia setelah China, Amerika Serikat (AS) ingin mengejar keterttinggalan dari China yang kini sudah bergerak lebih maju dalam aksi iklim global.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan ‘Negeri Paman Sam’ itu akan menantang negara-negara yang menunda upaya dunia untuk memerangi perubahan iklim.
Dalam pidatonya, Senin (19/4/2021), di Chesapeake Bay Foundation, Maryland, Blinken menjanjikan kepemimpinan AS di bidang iklim dan menjelaskan bagaimana kepemimpinan semacam itu dapat menguntungkan AS.
“Washington akan memanggil negara-negara yang sangat bergantung pada batubara atau berinvestasi di pabrik batubara baru atau mengizinkan penggundulan hutan besar-besaran,” kata Blinken dikutip dari Straitstime, Selasa (20/4/2021).
Ia berjanji, AS sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah China akan memimpin dengan, misalnya, dalam memangkas emisi dan beralih ke energi terbarukan.
Blinken mengatakan meski tujuan utama dari kebijakan iklim AS adalah mencegah bencana, dia juga ingin terus maju dalam mendorong inovasi, meningkatkan ekspor, dan menciptakan pekerjaan di bidang energi bersih.
Dia memperingatkan bahwa AS tertinggal di belakang China, yang saat ini merupakan produsen dan pengekspor panel surya, turbin angin, baterai, dan kendaraan listrik.
“Sulit membayangkan AS memenangkan persaingan strategis jangka panjang dengan China jika kita tidak dapat memimpin revolusi energi terbarukan,” ujarnya.
“Jika kita tidak mengejar, AS akan kehilangan kesempatan membentuk masa depan iklim dunia dengan cara yang mencerminkan kepentingan dan nilai kita, dan akan kehilangan banyak pekerjaan untuk rakyat Amerika,” imbuhnya.
Pernyataan Blinken muncul menjelang KTT virtual Presiden Joe Biden, Kamis (22/4), ketika Washington akan mendesak para pemimpin dari 40 negara untuk menetapkan target yang lebih ambisius untuk melindungi iklim.
Pemerintahan Biden ditetapkan untuk mengungkap target iklim yang diperbarui minggu ini, yang para ahli antisipasi akan menjadi janji untuk memotong emisi AS sekitar 50 persen di bawah tingkat 2005 pada 2030.
Angka itu hampir dua kali lipat dari janji yang dibuat di bawah pemerintahan Obama di 2014 dan jauh dari kemunduran pemerintahan Trump atas perlindungan lingkungan.
Blinken memperingatkan bahwa dunia telah tertinggal dari target yang ditetapkan enam tahun lalu di bawah Perjanjian Iklim Paris, yang menurutnya dan para ahli, tidak cukup tinggi untuk memulai.
Konsensus di antara para ilmuwan sekarang adalah bahwa dunia perlu membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat C di atas tingkat praindustri untuk menghindari bencana.
Untuk memenuhi tujuan ini, negara-negara harus mencapai emisi karbon nol bersih pada 2050, yang membutuhkan transisi global dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan.
“Jika AS gagal memimpin dunia dalam menangani krisis iklim, kita tidak akan memiliki banyak dunia yang tersisa,” tutur Blinken, mengakui bahwa AS bertanggung jawab atas 15 persen emisi global.
“Di sisi lain, meski AS berhasil mengurangi emisinya menjadi nol, kita akan kalah dalam perang melawan perubahan iklim jika kita tidak dapat mengatasi lebih dari 85 persen emisi yang berasal dari seluruh dunia,” lanjutnya.
China menghasilkan lebih dari setengah tenaga listrik berbahan bakar batubara dunia pada 2020 meskipun ada kemajuan dalam energi bersih, sementara Brasil sedang berjuang untuk mengurangi penebangan liar di hutan hujan Amazon.
Para pemimpin kedua negara telah diundang untuk hadir pada KTT, Kamis (22/4), tetapi Presiden China Xi Jinping belum mengonfirmasi kehadirannya.
“Sementara krisis iklim akan menjadi pusat kebijakan luar negeri dan keamanan nasional Amerika, kemajuan iklim negara lain tidak akan diperlakukan sebagai chip yang dapat mereka gunakan untuk memaafkan perilaku buruk di bidang lain,” tegas Blinken.
“Pemerintahan Biden-Harris bersatu dalam hal ini, iklim bukanlah kartu perdagangan. Ini adalah masa depan kita,” katanya, menanggapi kekhawatiran bahwa Gedung Putih mungkin akan terlalu banyak menyerah kepada China dalam perdagangan dan Hak Asasi Manusia demi mengamankan kerjasama iklimnya.
Blinken juga berjanji Gedung Putih akan mendukung peningkatan daya saing inovasi energi bersih AS, meningkatkan kemungkinan bahwa teknologi semacam itu akan menjadi arena terbaru persaingan negara adidaya Amerika dengan China.
Meskipun China memimpin dalam panel surya, turbin angin, dan baterai, Blinken mengatakan ada lebih dari 40 kategori energi bersih yang dapat digunakan AS, dari hidrogen bersih hingga energi panas bumi yang ditingkatkan.
“Belum ada yang mempertaruhkan klaim dominan atas teknologi yang menjanjikan ini,” ucapnya.
“Masing-masing bisa dipimpin oleh Amerika dan buatan Amerika,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post