ASIATODAY.ID, MAGELANG – Degradasi kawasan hutan yang terjadi di Indonesia menjadi perhatian khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Karena itu, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa tiba saatnya Indonesia memulai hal-hal yang berkaitan dengan ekosistem satwa, flora-fauna, kemudian juga penanaman kembali atau reboisasi di kawasan-kawasan yang sering banjir dan tanah longsor.
“Tadi saya menanam sebatang pohon pulai (Alstonia scholaris) setinggi kurang lebih tiga meter, serentak bersama masyarakat di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Jurang Jero di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Penanaman pohon itu bagian dari upaya rehabilitasi hutan dan lahan di sekitar kawasan Gunung Merapi. Di sekitar TNGM, terdapat 30 desa penyangga yang dihuni kurang lebih 107.448 jiwa,” jelas Presiden Jokowi usai menanam pohon secara simbolis di TNGM Jurang Jero, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (14/2/2020).
Menurut Jokowi, kawasan lereng Gunung Merapi dengan segenap potensi alamnya akan menjadi pendukung bagi daerah-daerah permukiman di bawahnya itu apabila dikelola dan dikonservasi dengan baik.
“Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Jurang Jero memiliki kemampuan untuk menampung 6 pasang Elang Jawa, tetapi yang dilepas hari ini hanya satu pasang,” ujar Presiden Jokowi yang juga melepasliarkan elang.
“Sudah saya sampaikan juga di sana, tanam vetiver, tanam tanaman-tanaman yang juga fungsi hijaunya ada tapi fungsi ekonominya juga ada,” ujar Presiden seraya menambahkan akan terus mendorong hal ini.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi juga mendengarkan laporan pengelolan Volcano Science Techno Park, Sistem Pengendalian Banjir Lahar Gunung Merapi, dan sejarah tentang Gunung Merapi.
Turut hadir dalam agenda ini, Mensesneg Pratikno, Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljo, Kepala BNPB Doni Monardo, dan Gubernur Provinsi DIY Sultan Hamengkubuwono X.
Laju Deforestasi Indonesia
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengklaim deforestasi di Indonesia terus menurun.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Hutan Nasional (SIMONTANA) yang dirilis pada awal 2019, terungkap bahwa deforestasi pada 2014-2015 adalah seluas 1,09 juta ha. Angka ini kemudian turun menjadi 0,63 juta ha pada periode 2015-2016, dan kembali turun menjadi 0,48 juta ha pada periode 2016-2017.
“Pada 2017-2018, deforestasi tercatat 0,44 juta ha. Ini berarti laju deforestasi terus menurun selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata Siti dalam peluncuran Green Growth Policy Review (GPPR), Rabu (10/7/2019) lalu.
Namun, dalam GPPR 2019 yang disusun oleh Organisation for Economic and Cooperation Development (OECD), terungkap juga bahwa laju deforestasi Indonesia masih terbilang tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Dalam kurun 2005-2015, Indonesia kehilangan 7 persen hutan (atau total 1,4 juta hektare).
Jika dibandingkan secara internasional, Indonesia menempati peringkat dua negara dengan laju deforestasi terpesat. Peringkat pertama diduduki Brazil. Menyusul di bawah Indonesia yakni Myanmar, Nigeria, Tanzania, Paraguay, Zimbabwe, Kongo, Argentina, dan Peru.
Selain itu, OECD juga mencatat ekspansi kebun agrikultur dan tanaman kayu (baik yang legal maupun tidak) selama ini merupakan sumber kehilangan habitat.
Alih guna lahan dan perubahannya menyumbang separuh dari total emisi gas rumah kaca. Pengeringan dan pembakaran lahan gambut yang kaya karbon adalah pendorong utama masalah ini.
Diperkirakan sekitar 9 persen spesies burung, 27 persen mamalia, dan 3 persen reptil terancam punah jika deforestasi terus berlangsung. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post