ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kemampuan Taiwan mencegah penyebaran wabah virus corona (Covid-19) dengan cepat, mendapat perhatian luas para pakar internasional.
Pada tanggal 3 Maret 2020, Journal of the American Medical Association (JAMA) menerbitkan sebuah artikel (viewpoint) berisi metode yang dilakukan Taiwan dalam mencegah penyebaran virus korona Wuhan (Covid-19). Artikel tersebut ditulis oleh seorang profesor dari Stanford University, Jason Wang.
Artikel tersebut menyebutkan menurut sebuah penelitian, kedekatan jarak geografis dan kepadatan lalu lintas antara Taiwan dan Tiongkok sangat berisiko untuk menjadikan Taiwan sebagai kawasan epidemi terparah kedua setelah Tiongkok. Faktor lainnya adalah ada banyak sekali masyarakat Taiwan yang tinggal dan bekerja di Tiongkok, serta kegiatan pertukaran antar masyarakat yang sangat tinggi.
Mengingat kondisi penyebaran virus corona Wuhan di seluruh dunia yang masih terus berlangsung, Profesor Jason Wang berpendapat memahami langkah-langkah cepat yang diambil oleh Taiwan dan menilai efektivitas langkah-langkah tersebut dalam menangkal epidemi skala besar akan sangat berguna dan informatif bagi negara lain.
Pengalaman dalam menangani wabah SARS di masa lalu, telah turut membantu Taiwan untuk memberikan respons yang sangat cepat dalam melakukan upaya pencegahan penularan.
Dalam keterangan tertulis Kemlu Taiwan (MOFA) Senin (9/3/2020) dijelaskan bahwa, pada tahun kedua ketika wabah SARS terjadi, Taiwan mendirikan Pusat Komando Kesehatan Nasional (NHCC) yang mengintegrasikan fungsi beberapa lembaga, seperti Pusat Pencegahan Bencana Biologis, Pusat Komando Pencegahan Serangan Biologis, dan Pusat Komando Darurat Pencegahan Bencana Medis.
Reaksi cepat yang dilakukan Taiwan antara lain melakukan pemeriksaan terhadap penumpang penerbangan yang berasal dari kawasan epidemi; mengintegrasikan big data tentang riwayat perjalanan masyarakat keluar negeri dan gejala penularan yang muncul dengan kartu Asuransi Kesehatan Nasional (NHI), National Immigration Agency (NIA), dan pihak imigrasi di bandara, yang bertujuan untuk membantu mendeteksi kasus penularan dengan segera.
Taiwan juga menggunakan teknologi canggih untuk menciptakan sistem pemeriksaan penularan yang dilakukan secara elektronik. Sebelum tiba di Taiwan, penumpang penerbangan dapat memindai QR Code ketika check-in, lalu mengisi data kesehatan. Setelah tiba di Taiwan, bukti pengisian data kesehatan tersebut akan dikirimkan via sms ke ponsel penumpang, untuk diperlihatkan kepada petugas imigrasi.
Penumpang penerbangan dari kawasan epidemi parah yang harus menjalani karantina rumah, dapat dipantau keberadaannya dengan menggunakan ponsel, untuk memastikan mereka tidak bepergian keluar rumah.
Taiwan juga memperluas ruang lingkup pemeriksaan dalam komunitas, dan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap anggota masyarakat yang memiliki gejala flu berat, dan terbukti efektif untuk menemukan kasus penularan virus korona Wuhan. Selain itu, nomor hotline 1922 yang diluncurkan oleh Taiwan Centers for Disease Control (CDC) telah secara efektif digunakan oleh masyarakat untuk melaporkan kasus, dan mendapatkan informasi.
Pusat Komando Epidemi Sentral (CECC) telah berhasil mendayagunakan fungsinya secara aktif untuk menstabilkan harga masker, meningkatkan kapasitas produksi, dan menjamin ketersediaan masker bagi semua anggota masyarakat. Di samping itu, Taiwan juga berupaya untuk mengurangi dampak psikologis pada pasien yang dinyatakan positif tertular virus corona Wuhan, maupun terhadap anggota masyarakat yang sedang menjalani proses karantina, serta menjaga anonimitas pasien.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Profesor Jason Wang pada saat menulis artikel tersebut, sampai dengan tanggal 24 Februari 2020, Taiwan memiliki 30 kasus dan berada di urutan ke-10 secara global. Peringkat tersebut berada jauh dari perkiraan awal para ahli yang memprediksi Taiwan akan berada di posisi ke-2. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post