ASIATODAY.ID, KOLAKA – Puluhan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengatasnamakan Konsorsium LSM Kolaka Membangun, memdesak agar PT Vale segera hengkang dari Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra). Desakan itu disuarakan oleh para aktivis saat berunjukrasa di kantor DPRD Kolaka, Kamis (12/9/2019).
Dalam orasinya, koordinator aksi Haeruddin menyoroti keberadaan PT Vale lantaran hingga kini tak juga kunjung memenuhi janjinya untuk membangun smelter di Kolaka.
Selama ini, PT Vale yang menguasai ribuan hektar konsesi nikel sejak 2005 hanya menjadikan masyarakat dan pemerintah daerah setempat sebagai penjaga kebun PT Vale.
Karena itu, konsorsium LSM di Kolaka ini mendesak DPRD Kolaka agar melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT Vale, sekaligus merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mencabut Kontrak Karya (KK) PT Vale yang berada di Kabupaten Kolaka, sebab dinilai telah mengangkangi Peraturan Perundang-undangan dan turunannya.
“PT Vale juga tidak merealisasikan janjinya untuk segera membangun smelter, agar dapat memberikan kontribusi yang jelas bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Kolaka. sebaiknya konsesi lahan PT Vale segera diserahkon ke Pemda untuk di kelola oleh Perusda, agar dapat bermanfaat untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kolaka,” tegas Haeruddin.
Mereka juga mendesak Bupati Kolaka Ahmad Safei, selaku pemerintah daerah Kolaka untuk melakukan aksi demo bersama masyarakat terhadap PT Vale, karena sesuai dengan janjinya pada tahun 2015 lalu, jika PT Vale tidak juga menempati janjinya membangun smelter, maka PT Vale siap untuk didemo.
Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah segera merenegoisasi kembali KK PT Vale, diantaranya luas wilayah KK, jangka waktu dan bentuk perpanjangan KK, kewajiban keuangan berupa royalti dan pajak, kewajiban pengolahan dan pemurnian dalam negeri, kewajiban divestasi 51 persen, serta kewajiban penggunaan barang dan jasa dalam negeri.
“Saat ini total areal konsesi PT Vale di Sultra mencapai 35.486,35 hektar atau 18,63 persen dari total areal PT Vale di Indonesia,” tegas Haeruddin.
Sebelumnya, desakan agar PT Vale meninggalkan Kabupaten Kolaka juga disuarakan oleh anggota DPRD Kolaka, Rusman.
“PT Vale ini sejak tahun 2005 tak pernah menepati janjinya untuk membangun smelter. Jadi, lebih baik PT Vale angkat kaki saja dari Kolaka ini jika memang tidak mau menepati janjinya itu,” ujar Rusman, anggota Komisi III DPRD Kolaka beberapa waktu lalu, dikutip dari kendaripos, Jumat (13/9/2019).
Menurut legislator asal Partai Demokrat itu, PT Vale selama ini hanya beretorika tanpa bukti.
“Mulai dari tahun 2005 hanya mengatakan akan, akan dan akan. Tapi sampai hari ini belum ada. Selama ini kita hanya dininabobokan saja. Kalau serius dibuktikan. Jika tidak, maka Vale harus angkat kaki dari Kolaka,” tegas Rusman.
Rusman mengatakan, masyarakat dan pemerintah harus bersatu untuk menekan PT. Vale agar segera membangun smelter.
“Kalau serius membangun smelter, harus jelas waktunya. Kalau dia (PT Vale, red) minta diberikan waktu hingga tahun 2020, bolehlah. Tapi catatannya, kalau tidak ditepati maka PT. Vale harus mundur saja. Dan harus ada perjanjian kalau tahun 2020 belum bisa membangun maka PT. Vale legawa menyerahkan lahan kontrak karyanya ke Pemda Kolaka,” ujarnya.
Rusman tidak menampik kontribusi PT. Vale untuk pembangunan Kolaka, hanya saja kontribusi itu belum maksimal.
“Kita tidak pungkiri kontribusinya tapi tidak maksimal sebab PT. Vale belum beroperasi lantaran belum ada smelternya dan baru sebatas pengeboran saja. Makanya kita dorong supaya cepat membangun smelter agar kontribusi yang diberikan itu lebih besar. Kolaka dirugikan karena lahannya tidak dikelola sehingga pendapatan tidak maksimal dan pengangguran juga tidak berkurang,” tukasnya.
Sementara itu, Media Relations PT Vale, Sihanto Bela yang dikonfirmasi justru mengirim rilis. Dalam rilis itu, Chief Development Officer PT Vale, Dani Widjaja memebebrkan rencana pembangunan smelter dan kontribusinya di wilayah operasional.
Dani menjelaskan karakteristik bijih laterit di Blok Pomalaa yang merupakan salah satu area konsesi yang dipercayakan pada PT.Vale berdasarkan kontrak karya dengan pemerintah Indonesia, lebih cocok diproses melalui metode tertentu yaitu high-pressure acid leach (HPAL).
Metode HPAL merupakan teknologi baru dengan kebutuhan energi yang relatif rendah tetapi membutuhkan investasi yang relatif lebih besar dari metode lainnya. Olehnya itu pihaknya memerlukan kajian dan proses perizinan yang sangat intensif bersama pemerintah.
“Saat ini, kami menyiapkan proyek pembangunan fasilitas pabrik di Pomalaa. Masih dalam tahap Definitive Feasibility Study (DFS) bersama Sumitomo Metal Mining (SMM). Studi ini diharapkan rampung bersamaan diterimanya izin-izin yang diperlukan awal tahun 2020 dan dilanjutkan dengan pencanangan kerja sama operasi,” tulis Dani Widjaja.
Dani mengatakan kegiatan eksplorasi dan pengeboran geoteknikal di area Pomalaa dilakukan untuk mendukung kebutuhan DFS. PT.Vale punya program pengembangan masyarakat.
“Dana Rp.3 miliar per tahun, program pengembangan masyarakat difokuskan pada aktivitas perbaikan infrastruktur fasilitas publik, pelatihan dan pengembangan kapasitas, serta pengadaan sarana pertanian,” bebernya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post