ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pasca kemarahan Presiden Jokowi atas kinerja menterinya yang dianggap tidak memenuhi ekspektasi, kini muncul desakan agar Presiden melakukan reshuffle kabinet.
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menantang Presiden Joko Widodo untuk melakukan reshuffle terhadap dua menteri koordinator, yakni Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
“Beranikah Jokowi reshuffle dua menko tersebut?” kata Ubedilah melalui keterangan tertulisnya, yang diterima Rabu (1/7/2020).
Menurut Ubedilah, jika Presiden Jokowi berani mengganti dua menko tersebut, maka presiden telah lulus dalam ujian kepemimpinan.
“Kalau tidak berani reshuffle dua menko tersebut itu artinya membenarkan tesis bahwa Jokowi dikendalikan oleh oligarki ekonomi dan oligarki politik,” ujarnya.
Ubedilah memandang, Airlangga dan Luhut selama ini hanya menjadi beban. Pasalnya, Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang sudah menjadi undang-undang nyatanya tidak efektif digunakan oleh kedua menko tersebut.
Luhut dan Airlangga, kata Ubedilah, justru hanya membuat kegaduhan. Seperti masalah tenaga kerja asing, debat terbuka yang gagal, dan kegagalan Kartu Prakerja.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, ungkapan kemarahan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya saat sidang kabinet menunjukkan bahwa memang ada masalah terhadap sejumlah menteri.
Menurut Ketua BKSAP DPR itu, marah saja tidak cukup. Jokowi dinilai harus merealisasikan apa yang kadung sudah menjadi pernyataannya, terutama soal ancaman merombak kabinet atau reshuffle.
Sebab, apabila tidak ada tindak lanjut maka pidato Jokowi saat marah-marah ke menteri di sidang kabinet hanya akan dianggap sebagai sandiwara sekaligus cara Jokowi melepas tanggung jawab semata.
“Pernyataan presiden kemarin di Istana kan sebuah pengakuan bahwa kinerja sejumlah menterinya itu bermasalah. Pengakuan ini kalau tidak ditindaklanjuti akan mendegradasi atau mendelegitimasi presiden sendiri,” ujar Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/7/2020).
“Seharusnya presiden ambil langkah atas pidatonya. Kalau tidak, pidatonya dianggap angin lalu saja. Tidak jelas seperti teatrikal saja, yang ujung-ujungnya mau cuci tangan, akan ada anggapan seperti itu,” sambung Fadli.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekecewaannya terhadap jajaran Kabinet Indonesia Maju.
Kekecewaan Jokowi tersebut didasarkan atas penilaian mengenai kinerja sejumlah pembantunya yang dianggap biasa-biasa saja dan berantakan.
Padahal kata Jokowi, pemerintah kekinian sedang menghadapi banyak persoalan, terutama wabah covid-19 yang menghantam sektor kesehatan maupun perekonomian.
Bahkan, dalam pidatonya di hadapan anggota kabinet, Jokowi mengancam merombak kabinet atau reshuffle.
Jokowi meminta kepada jajaran menteri agar bisa mengambil langkah ekstra dalam membantu rakyat Indonesia. Ia mengaku siap mempertaruhkan reputasi politik demi rakyat.
“Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini extra ordinary. Saya harus ngomong apa adanya, enggak ada progres yang signifikan, enggak ada. Kalau mau minta perppu lagi, saya buatkan perppu. Kalau yang sudah ada belum cukup,” kata Jokowi.
Pidato itu diucapkan Jokowi saat menyampaikan arahan dalam sidang kabinet paripurna, di Istana Negara tanggal 18 Juni 2020. (ATN)
Discussion about this post