ASIATODAY.ID, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mulai menggagas pembiayaan baru di Asia.
Gagasan itu telah diusulkan oleh Biden kepada negara-negara demokrasi untuk mendirikan program pembiayaan infrastruktur dalam rangka menggeser dominasi proyek One Belt One Road (OBOR) China.
Dikutip dari AFP, Selasa (30/3/20201), Biden telah mengajukan proposal tersebut dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang membahas mengenai sanksi terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah Xinjiang.
“Saya menyarankan kita harus memiliki, pada dasarnya, inisiatif serupa yang datang dari negara-negara demokratis, membantu komunitas di seluruh dunia yang pada kenyataannya, membutuhkan bantuan,” kata Biden.
Pengaruh Beijing telah tumbuh di beberapa negara dalam beberapa tahun terakhir melalui pinjaman dan proyek melalui OBOR, yang meningkatkan kekhawatiran di antara kekuatan regional dan negara-negara Barat.
China telah membantu sejumlah negara membangun atau mengembangkan jalan, rel kereta api, bendungan, dan pelabuhan.
Presiden Xi Jinping telah berjanji untuk “mengejar kerjasama yang terbuka, hijau, dan bersih” di bawah Belt and Road, namun bank-bank China terus membiayai proyek-proyek batu bara karena Beijing menggunakan inisiatif untuk membuat permainan batu bara di luar negeri.
Antara 2000 dan 2018, sebanyak 23,1 persen dari USD251 miliar yang diinvestasikan oleh dua bank terbesar China pada proyek energi luar negeri dihabiskan untuk proyek batu bara, menurut data Universitas Boston.
London, dalam pembacaan seruan antara Biden dan Johnson, tidak menyebutkan proposal Presiden AS untuk tanggapan Barat terhadap Belt and Road, tetapi mencatat bahwa kedua pemimpin membahas “tindakan signifikan” untuk menjatuhkan sanksi kepada “pelanggar Hak Asasi manusia” di Xinjiang.
Uni Eropa, Inggris, Kanada dan Amerika Serikat memberi sanksi kepada beberapa anggota hierarki politik dan ekonomi Xinjiang minggu ini dalam tindakan terkoordinasi atas tuduhan hak asasi, yang mendorong pembalasan dari Beijing dalam bentuk sanksi terhadap individu dari UE dan Inggris.
Beijing yang menegaskan situasi di Xinjiang adalah “urusan internal” mengumumkan sanksi terhadap sembilan individu Inggris dan empat entitas, dan mengatakan mereka telah “menyebarkan kebohongan dan disinformasi dengan jahat” atas perlakuan terhadap Uighur.
Setidaknya satu juta orang Uighur dan orang-orang dari kelompok sebagian besar Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang, menurut kelompok Hak Asasi Manusia, yang menuduh pihak berwenang melakukan sterilisasi terhadap wanita secara paksa dan melakukan kerja paksa. (ATN)
Discussion about this post