ASIATODAY.ID, JAKARTA – Posisi China makin terjepit di tengah ketegangan dengan Amerika Serikat.
China yang berupaya menegaskan klaimnya di Laut China Selatan, dipastikan akan mendapat perlawanan dari banyak negara, sebab tidak ada satupun negara yang memberikan dukungan.
Sebaliknya, Amerika Serikat yang berupaya memperkuat kehadirannya di Laut China Selatan dan Indo Pasifik, justru disambut dengan tangan terbuka.
Setelah beberapa waktu lalu pasukan Amerika Serikat menggelar latihan bersama dengan Militer Jepang di Laut China Selatan, kali ini Angkatan Laut Amerika Serikat menggelar latihan bersama dengan Angkatan Laut India di Samudra Hindia.
Latihan maritim tersebut kian mempertegas kerja sama strategis antara New Delhi dan Washington di tengah meningkatnya ketegangan kedua negara dengan China.
Latihan dimulai Senin di dekat Kepulauan Andaman dan Nicobar di India, yang terletak jauh dari daratan India, di dekat salah satu rute pengiriman tersibuk di dunia, Selat Malaka.
Angkatan Laut India menyebut latihan itu sebagai ‘latihan perjalanan’, sebuah rujukan untuk manuver yang diadakan oleh dua negara ketika sebuah kapal perang transit bergabung dengan yang lain.
Melansir VOA, Rabu (22/7/2020), Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan, latihan gabungan antara Angkatan Laut India dan kapal induk USS Nimitz menunjukkan komitmen kedua negara untuk kerja sama angkatan laut yang lebih kuat dan dukungan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
India dan AS melakukan latihan militer bersama pertama mereka November lalu, dan mereka berencana untuk mengadakan dialog antara dua menteri akhir tahun ini untuk membangun kemajuan kerja sama kedua pihak.
Laksamana Muda Jim Kirk, Komandan Nimitz Carrier Strike Group, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “Serangkaian latihan meningkatkan interoperabilitas kami dan merupakan kesaksian akan fleksibilitas kedua Angkatan Laut kami,”.
Awal bulan ini dua kapal induk AS, USS Nimitz dan USS Ronald Reagan, melakukan operasi bersama untuk menunjukkan kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan.
Lokasi yang menjadi perselisihan antara China dan negara tetangganya yang lebih kecil. Amerika Serikat telah menolak klaim teritorial China sebagai dan menyatakan tindakan tersebut melanggar hukum.
Ketegangan antara India dan China saat ini adalah yang terburuk dalam beberapa dasawarsa setelah bentrokan di perbatasan kedua negara di Himalaya yang menewaskan 20 tentara India.
Menteri Pertahanan Esper mengatakan AS sedang memantau dengan seksama situasi antara India dan China. Dia menambahkan bahwa dia senang melihat bahwa kedua belah pihak berusaha untuk mengurangi situasi ketegangan.
Analis geopolitik mengatakan hubungan yang memburuk antara kedua negara di Asia akan mendorong New Delhi untuk membangun hubungan strategis yang lebih dekat dan memperdalam kerja sama angkatan laut dengan Washington.
Koalisi dengan Inggris
Sementara itu, Amerika Serikat dan Inggris berencana membangun koalisi untuk melawan kekuatan China.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Pompeo bertemu dengan Sekretaris Negara Inggris untuk Urusan Luar Negeri Dominic Raab di London, kemarin untuk membicarakan hal itu.
Pompeo memuji Inggris yang telah lebih tegas terhadap China. Pada konferensi pers setelah pertemuan mereka, Raab mengisyaratakan memajukan koalisi tersebut ke forum G7.
Diskusi itu mencerminkan apa yang Pompeo katakan sebelumnya bahwa seluruh dunia perlu mengubah sikap terhadap China.
London dan Washington telah meningkatkan kritik terhadap Undang-Undang Keamanan Nasional bentukan Beijing untuk Hong Kong, dengan latar belakang meningkatnya ketegangan antara AS dan China.
Pekan lalu, Inggris resmi memblokir perangkat Huawei pada jaringan 5G negara itu menyusul sanksi AS terhadap raksasa teknologi itu. Pemerintahan Trump juga vokal terhadap penanganan pandemi virus corona oleh China.
“Saya ingin mengambil kesempatan ini untuk memberi selamat kepada pemerintah Inggris atas tanggapannya yang berprinsip terhadap tantangan-tantangan ini,” kata Pompeo dalam konferensi pers, dilansir Bloomberg, Rabu (22/7/2020).
Pompeo menyatakan dukungannya terhadap keputusan Inggris yang membatalkan keputusan pada Januari lalu untuk membuka akses Huawei ke jaringan nirkabel negara itu.
Sebelumnya dalam pertemuan dengan kelompok lintas partai anggota Parlemen Inggris, Pompeo mengatakan tidak mengharapkan akan menuai kemenangan dalam beberapa tahun mendatang.
Di depan umum, Pompeo mengatakan dia ingin setiap negara yang memahami kebebasan dan demokrasi untuk mengakui ancaman yang dimunculkan Partai Komunis China.
“Kami berharap kami dapat membangun koalisi yang memahami ancaman dan dapat bekerja secara kolektif untuk meyakinkan Partai Komunis China bahwa bukan demi kepentingan terbaik mereka untuk terlibat dalam perilaku semacam ini,” ujarnya.
Belum jelas koalisi seperti apa yang akan dibentuk Pompeo atau tindakan apa yang akan dilakukan oleh kelompok pimpinan AS.
Sementara itu, Raab bersikeras bahwa Inggris tidak ditekan oleh AS mengenai sikapnya terhadap Huawei, meskipun menggunakan sanksi Trump terhadap perusahaan itu sebagai alasan utama keputusan pemblokiran.
“Kenyataannya adalah sebagai akibat dari sanksi AS, kami tentu saja harus melihat dengan perspektif yang jelas tentang apa artinya itu, dan kami telah mengambil keputusan berdasarkan itu,” katanya.
Raan juga mengatakan kedua pejabat mendiskusikan keprihatinan serius tentang Hong Kong, selain juga langkah selanjutnya di forum G7.
Warning dari Beijing
Sebelumnya, Duta Besar China untuk Filipina mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk waspada terhadap upaya Amerika Serikat menyabot stabilitas kawasan ini melalui intervensi dalam sengketa Laut China Selatan.
Dalam sebuah wawancara berseri dengan The Manila Times pekan lalu, Duta Besar Huang Xilian mengatakan bahwa dengan dalih “menegakkan kebebasan navigasi”, AS telah dengan sembarangan melanggar wilayah laut dan wilayah udara negara-negara lain.
Dilansir South China Morning Post, Huang mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk menyelesaikan perselisihan dengan China dan mencegah upaya AS memanfaatkan mereka untuk menyabot stabilitas di kawasan Asia Pasifik.
Komentar Duta Besar Huang disampaikan setelah Washington mempertegas posisinya soal klaim China di wilayah yang diperselisihkan tersebut. Pada Senin (13/7/2020), pemerintahan Presiden Donald Trump mengecam klaim China atas wilayah di Laut China Selatan.
Kemudian belum lama ini, Duta Besar AS untuk Filipina Sung Kim menyatakan dukungan Washington terhadap Manila melalui tulisan panjang berjudul “Masa depan Filipina mengapung di Laut Filipina Barat”. Tulisan itu mengisyaratkan kolaborasi yang lebih dalam antara AS dan Filipina di perairan yang diperebutkan.
“Para ilmuwan dan inovator AS ingin sekali bergabung dengan sesama rekan kerja dari Filipina dalam meneliti perairan ini,” kata Kim dalam sebuah pernyataan.
“Melalui Perjanjian Sains dan Teknologi AS-Filipina yang baru-baru ini diratifikasi, bersama-sama kami membangun jalur baru untuk meningkatkan kolaborasi ilmiah di Laut Filipina Barat dan sekitarnya,” sambung Kim.
Istilah Laut Filipina Barat digunakan Manila untuk merujuk pada bagian Laut China Selatan yang diklaimnya sebagai bagian dari zona ekonomi eksklusif (ZEE), dan termasuk wilayah yang diklaim oleh Beijing.
Kehadiran kapal-kapal riset China di dalam ZEE Filipina sejauh 200 mil telah lama menjadi titik pahit di antara kedua negara. Kesepakatan ilmiah 10 tahun Manila dengan AS yang ditandatangani tahun lalu dapat memungkinkan Manila untuk melakukan penelitian bersama di perairan itu.
Meski demikian, penggunaan istilah tersebut jarang dilakukan oleh seorang pejabat departemen luar negeri AS dan cenderung dianggap bersifat provokatif di Beijing.
Masih dari South China Morning Post, para pengamat melihat perselisihan ini menjadi bukti bahwa AS dan China semakin mendorong masing-masing pengaruhnya di Asia Tenggara karena hubungan bilateral mereka terus memburuk.
Dua negara berekonomi terbesar di dunia itu telah terlibat dalam perang dagang yang berlarut-larut sejak 2018. Tensi antara keduanya meningkat dalam beberapa bulan terakhir di tengah perselisihan tentang berbagai isu mulai dari Laut China Selatan hingga undang-undangan keamanan nasional Hong Kong.
Selain itu, Presiden AS Donald Trump telah menuduh China menyembunyikan fakta tentang pandemi Covid-19 dan juga menuding Beijing atas spionase ilegal untuk mencuri rahasia industri AS.
Di lain pihak, China telah berulang kali menolak tuduhan AS seputar penanganan Covid-19, pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, isu Hong Kong, dan perdagangan.
China mengecam balik pemerintahan Presiden Trump karena telah merusak kerja sama global dan berupaya memulai ‘perang dingin baru’. (ATN)
Discussion about this post