ASIATODAY.ID, JAKARTA – China disebut telah memanfaatkan klaim Nine Dash Line secara licik atas Laut China Selatan (LCS) untuk mengeruk hasil ikan di perairan Laut Asia Tenggara secara besar-besaran.
Center for Strategic and International Studies (CSIS) melaporkan, saat ini persediaan stok ikan di perairan Laut China Selatan kian menipis hingga 95 persen sejak tahun 1950.
Mengutip Express Selasa (6/10/2020) CSIS juga memperkirakan jumlah tangkapan ikan nelayan-nelyan di Asia Tenggara turun hingga 75 persen.
Menurut CSIS, mobilitas kapal ikan China secara besar-besaran menjadi penyebabnya.
Pasalnya, China telah banyak berinvestasi dalam industri perikanan dalam negerinya. Beijing sengaja menggelontorkan dana subsidi miliaran dolar AS untuk memproduksi besar-besaran kapal penangkap ikannya.
China kemudian menyebarkan puluhan ribu kapal penangkap ikannya ke seluruh dunia untuk menginvasi perairan laut, termasuk di kawasan Asia Tenggara.
Laporan terbaru CSIS juga mengungkapkan, China kembali menggelontorkan dana subsidi senilai USD7,2 miliar dolar AS atau setara Rp106 triliun kepada nelayannya.
Dana segar ini untuk menyokong logistik kapal-kapal ikan China agar dapat melakukan operasi pelayaran lebih jauh dan menangkap ikan lebih lama di Laut China Selatan.
Tidak jarang, aktivitas kapal-kapal ikan China itu berbenturan dengan nelayan-nelayan negara lain yang sedang menangkap ikan di wilayah lautnya sendiri yang diklaim sebagai Nine Dash Line.
Menurut Tabitha Mallory, CEO China Ocean Institute Riset Kebijakan, Beijing meraih keuntungan besar dari operasi ini.
Bahkan Mallory mengklaim nelayan China membawa bendera negara lain untuk penyamaran dan setiap harinya hingga 1000 kapalnya menangkap ikan di lautan Asia Tenggara.
“Salah satu hal yang dilakukan China adalah menghindari beberapa batasan yang dimiliki negara tuan rumah terhadap armada penangkap ikan asing dengan menandai kembali kapal mereka,” kata Mallory.
“Ada laporan baru-baru ini, yang memperkirakan sebanyak 1000 kapal penangkap ikan yang beroperasi dengan cara ini, yang sebenarnya milik China,” kata Mallory.
China berani melakukan hal diatas karena merasa klaim Nine Dash Line-nya lantaran mencakup wilayah luas hingga pantai Filipina, Malaysia, Taiwan bahkan Natuna Utara.
Padahal Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) tahun 1982 menetapka jika negara-negara mengontrol sumber daya laut dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil.
Tapi China dengan klaim Nine Dash Linenya mengangkangi UNCLOS PBB dan secara sepihak menyatakan jika Laut China Selatan sebagai teritorial Beijing. (ATN)
Discussion about this post