ASIATODAY.ID, HONG KONG – China tidak memberi ruang gerak bagi aktor-aktor pro demokrasi untuk berkembang di Hong Kong.
Dengan menggunakan Undang-Undang Keamanan Nasional, otoritas Hong Kong telah menangkap 117 orang dalam setahun terakhir, mendakwa lebih dari 60 orang. Sebagian besar diantara mereka adalah politisi, aktivis, jurnalis dan mahasiswa yang pro demokrasi.
Pada 30 Juni 2020, Beijing memberlakukan Undang-Undang Keamanan di Hong Kong setelah berbulan-bulan gelombang aksi protes pro-demokrasi yang sering disertai kekerasan, yang secara efektif mengakhiri kerusuhan. Undang-undang tersebut menghukum tindakan yang dianggap China sebagai tindakan subversi, pemisahan, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing hingga hukuman penjara seumur hidup.
Undang-undang ini mulai berlaku segera setelah diterbitkan, tepat sebelum tengah malam menjelang peringatan 1 Juli yang menandai kembalinya bekas jajahan Inggris itu ke pemerintahan China pada tahun 1997.
Para kritikus undang-undang tersebut, termasuk beberapa pemerintah Barat dan kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan undang-undang itu telah digunakan untuk menghancurkan perbedaan pendapat. Sedangkan pendukungnya mengatakan sangat penting untuk menutup “celah” keamanan nasional yang diekspos oleh aksi protes 2019.
Menanggapi pertanyaan dari Reuters, Biro Keamanan Hong Kong mengatakan undang-undang keamanan telah menghentikan kekacauan dan memulihkan ketertiban, dan mereka yang ditangkap mewakili sejumlah kecil populasi, yang dihitung sekitar 0,0016 persen.
“Kami ingin menekankan bahwa setiap tindakan penegakan hukum didasarkan pada bukti, secara ketat sesuai dengan hukum,” kata juru bicara biro tersebut.
“Tindakan itu tidak ada hubungannya dengan sikap politik, latar belakang atau profesi mereka,” tegasnya sebagaimana dilaporkan Reuters, Rabu (30/6/2021).
Polisi mengatakan yang termuda di antara 117 orang yang ditangkap adalah remaja berusia 15 tahun pada saat penangkapan, sedangkan yang tertua berusia 79 tahun.
Sepuluh orang ditangkap pada 1 Juli di bawah undang-undang baru, selama aksi protes terhadap undang-undang tersebut. Persidangan Tong Ying-kit, yang dituduh mengendarai sepeda motor ke petugas polisi sambil membawa bendera dengan slogan protes, dimulai pekan lalu setelah pengadilan menolak jaminan dan kehadiran juri, sesuai dengan ketentuan undang-undang baru.
Tong, orang pertama yang ditangkap berdasarkan undang-undang, menghadapi tuduhan terorisme dan menghasut pemisahan diri, serta tuduhan alternatif mengemudi dengan berbahaya. Dia mengaku tidak bersalah atas semua tuduhan.
Penyisiran terbesar di bawah undang-undang baru itu terjadi pada bulan Januari, ketika lebih dari 50 aktivis dan politisi demokrasi ditangkap sehubungan dengan pemilihan primer tidak resmi yang diselenggarakan oposisi secara independen untuk memilih kandidat terbaik mereka untuk pemilihan yang ditunda sejak itu. Pihak berwenang mengatakan bahwa pemungutan suara adalah “rencana jahat” untuk menumbangkan pemerintah.
Dari jumlah tersebut, 47 didakwa dengan konspirasi untuk melakukan subversi pada 28 Februari dan sebagian besar dari mereka ditolak jaminannya segera setelah itu dan tetap dalam tahanan.
Penangkapan profil tertinggi adalah taipan media dan kritikus keras Beijing Jimmy Lai pada Agustus 2020. Dianggap sebagai “pengkhianat” oleh Beijing dan dituduh berkolusi dengan pasukan asing, Lai didakwa beberapa bulan kemudian. Dia berada di penjara menjalani beberapa hukuman untuk pertemuan tidak sah terkait dengan aksi protes 2019 lalu.
Bulan ini, 500 petugas polisi menggerebek ruang redaksi surat kabar Apple Daily milik Lai, menangkap lima eksekutifnya karena dicurigai berkolusi dengan negara asing.
Dua jurnalis Apple Daily juga ditangkap karena alasan yang sama beberapa hari kemudian. (ATN)
Discussion about this post