ASIATODAY.ID, HANOVER – Amerika Serikat (AS) dan China tercatat sebagai penyumbang emisi karbon terbesar di dunia.
Dampak emisi karbon yang dihasilkan oleh kedua negara itu bahkan mengakibatkan kerugian ekonomi global hingga US$1,8 triliun atau setara Rp 26.958 triliun, terhitung dari tahun 1990 hingga 2014.
Hal itu terungkap dari hasil studi terbaru yang diprakarsai oleh Dartmouth College.
“Penelitian ini memberikan jawaban atas pertanyaan apakah ada dasar ilmiah untuk klaim kewajiban iklim – jawabannya adalah ya. Kami telah menghitung kesalahan masing-masing negara atas perubahan pendapatan historis yang didorong oleh suhu di setiap negara lain,” kata Christopher Callahan, kandidat doktor di Dartmouth dan penulis studi. Laporan tersebut telah diterbitkan di jurnal Climatic Change pada Selasa (12/7/2022).
Riset itu menemukan bahwa beberapa negara penghasil emisi terbesar bertanggung jawab menyebabkan kerugian ekonomi besar bagi negara-negara miskin yang lebih rentan terhadap pemanasan global.
Para peneliti mengatakan bahwa perubahan iklim telah membebani negara-negara dengan kerugian ekonomi global dengan merusak hasil pertanian, mengurangi produktivitas tenaga kerja dan membatasi hasil industri.
Menurut laporan tersebut, hanya lima dari penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia yang menyebabkan kerugian ekonomi global sebesar US$ 6 triliun (Rp 89.862 triliun) melalui pemanasan global dari tahun 1990 hingga 2014.
Rusia, India, dan Brasil masing-masing menyebabkan kerugian ekonomi melebihi US$ 500 miliar (Rp 7.488 triliun) selama periode yang sama.
Tuntutan hukum terkait iklim secara historis menargetkan tindakan perusahaan minyak dan gas daripada tanggung jawab masing-masing negara. Namun, lebih banyak negara dalam beberapa tahun terakhir telah meminta negara-negara kaya untuk membayar “kerugian dan kerusakan” dari emisi yang mengubah iklim.
AS telah menolak kemungkinan bahwa negara-negara dengan tingkat emisi yang tinggi harus memberikan kompensasi kepada negara-negara yang lebih rentan atas kerusakan tersebut. Laporan tersebut menghitung kerusakan yang dilakukan oleh emisi satu negara terhadap ekonomi negara individu lain di antara sampel 143 negara yang datanya tersedia.
Negara-negara yang mengalami kerugian ekonomi dari emisi AS memiliki suhu yang lebih hangat dan lebih miskin dari rata-rata global, menurut penelitian tersebut. Mereka umumnya berada di belahan dunia Selatan atau daerah tropis.
Misalnya, AS dari tahun 1990 hingga 2014 merugikan Meksiko dengan total kerugian ekonomi sebesar US$ 79,5 miliar (Rp 1.190 triliun) sehubungan dengan emisi yang dihasilkan dari wilayah AS, menurut penelitian tersebut. AS juga merugikan Filipina dengan kerugian ekonomi sebesar US$ 34 miliar (Rp509 triliun). (ATN)
Discussion about this post