ASIATODAY.ID, BANGKOK – Presiden dan CEO Dewan Bisnis AS-ASEAN Alexander Feldman menilai investor telah mengarahkan perhatian mereka ke Thailand dengan serius ketika perang perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok kian memanas. Sejauh ini, perang dagang yang sedang terjadi belum ada tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat.
Vietnam sering disebut-sebut sebagai salah satu penerima manfaat terbesar dalam perang perdagangan ketika perusahaan mengalihkan produksinya keluar dari Tiongkok untuk menghindari tarif. Namun, pasar tenaga kerja Vietnam semakin ketat, dan bisnis sekarang mencari cara untuk memindahkan manufaktur ke negara-negara Asia lainnya.
“Dan itu termasuk Thailand,” ungkap Feldman, seperti dikutip dari CNBC, Sabtu, (31/8/2019).
Perang dagang AS-Tiongkok, yang telah berlangsung lebih dari setahun, membuat kedua negara mengenakan bea impor miliaran dolar satu sama lain. Dalam sebuah tweet Jumat lalu, setelah mengumumkan lebih banyak tarif di Beijing, Presiden AS Donald Trump memerintahkan perusahaan-perusahaan Amerika untuk segera mulai mencari alternatif.
Menurut Feldman, tiga merek perusahaan sudah memindahkan orang-orangnya dari Tiongkok ke Thailand. Namun sayangnya, dia tidak menyebutkan nama mereka.
“Ketiga perusahaan itu memindahkan divisi. Tetapi Anda tahu, saya pikir kita sedang melihat puluhan juta, ratusan juta, mungkin lebih. Itu hanya untuk Thailand,” ungkapnya.
Menurut Feldman berinvestasi ke Thailand adalah bagian dari tren jangka panjang. Sedangkan pada Mei 2017, bahkan sebelum Presiden AS Donald Trump mulai mengenakan tarif tambahan pada Tiongkok, pembuat sepeda motor Harley Davidson sudah mulai memindahkan produksinya ke Thailand.
“Langkah itu telah membuahkan hasil,” kata Feldman.
Harley Davidson mengumumkan peningkatan penjualan 181% persen untuk sepeda motornya di Malaysia yang berasal dari pabrik mereka di Thailand. “Untuk melayani pasar di Malaysia,” tukasnya.
Bahkan, hasil kinerja perusahaan sampai kuartal kedua 2019 menunjukkan sepeda motor yang diproduksi lebih murah di Thailand berkontribusi terhadap peningkatan 7,6 persen dari pertumbuhan penjualan ritel tahun-ke-tahun di pasar negara berkembang.
Selain adanya fakta arus perdagangan bergeser dari Vietnam, lanjutnya, defisit perdagangan negara Asia Tenggara yang tumbuh dengan AS juga bisa menjadi ancaman bagi perdagangan bilateral.
“Vietnam jelas merupakan penerima manfaat tunggal dari tren jangka pendek. Dan pertanyaannya adalah apakah senjata AS akan menghidupkan Vietnam?” pungkasnya. (AT Network)
Discussion about this post