ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia akan mulai menyusun peta jalan (road map) untuk mengakhiri lebih cepat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) melalui skema pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Arifin Tasrif mengungkapkan, percepatan program untuk mengakhiri pembangkit listrik berbasis batu bara ini menjadi target utama dari kesepakatan pendanaan transisi energi JETP yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang.
JETP tersebut akan memobilisasi pendanaan senilai US$20 miliar atau setara dengan Rp310,7 triliun (asumsi kurs Rp15.535 per US$).
Terkait rencana pendanaan ini, Arifin menuturkan, pemerintah telah memiliki daftar PLTU yang berpotensi untuk masuk dalam program pensiun dini. Namun, eksekusi perencanaan dan waktunya masih akan dikaji terlebih dulu.
“Kami sedang susun dan sudah disiapkan daftarnya, sudah ada. Nanti dipilih mana yang paling applicable dan implementable,” ujar Arifin di Kementerian ESDM, Jumat (17/2/2023).
Program pensiun dini ini akan menyasar unit PLTU yang sudah tidak efisien pembakarannya karena menghasilkan emisi yang tinggi dan PLTU yang berada di wilayah yang mengalami kelebihan pasok atau oversupply listrik.
“Selain PLTU di Jawa, juga ada di Sumatera,” kata Arifin.
Adapun, PLTU yang sudah dimatikan operasinya nantinya akan diganti dengan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Sebelumnya, Kementerian ESDM telah mengusulkan PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur untuk masuk dalam proyek pensiun dini PLTU. Selain itu, PLTU yang juga diharapkan masuk proyek JETP adalah PLTU Pelabuhan Ratu milik PT PLN (Persero) yang rencananya akan dialihkan ke PT Bukit Asam Tbk. (PTBA).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo bersama Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden beserta para pemimpin negara International Partners Group (IPG) meluncurkan skema pendanaan transisi energi JETP pada rangkaian acara KTT G20 di Bali pada November 2022 lalu.
IPG dipimpin Amerika Serikat dan Jepang, beranggotakan Kanada, Denmark, Uni Eropa, Perancis, Jerman, Italia, Norwegia, dan Inggris. Pakta iklim yang dipimpin AS dan Jepang itu berkomitmen untuk mempercepat target net zero emission (NZE) Indonesia pada 2050 atau 10 tahun lebih awal dari target yang dipatok pemerintah pada 2060.
Untuk menindaklanjuti kesepakatan tersebut, pada Kamis (16/2/2023), sekretariat tim kerja JETP resmi terbentuk dan berkantor di Kementerian ESDM.
Dalam 6 bulan ke depan, tim JETP menargetkan dapat menyelesaikan roadmap pensiun dini PLTU, memobilisasi investasi, dan mendukung mekanisme pembiayaan yang dituangkan dalam Comprehensive Investment Plan (CIP). (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post