ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ditengah situasi pandemi global wabah coronavirus (Covid-19), Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2020 mengalami surplus sebesar USD2,34 miliar. Hal ini disebabkan oleh penurunan impor yang signifikan, sementara ekspornya mengalami kenaikan.
Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti, surplus neraca perdagangan Februari 2020 dipicu oleh tingginya surplus nonmigas sebesar USD3,27 miliar. Sedangkan migasnya hanya defisit USD931,6 juta.
“Pada Februari 2019, Indonesia surplus USD0,33 miliar. Sedangkan untuk Februari 2018 kita mengalami defisit USD0,05 miliar. Ini kalau dibandingkan 2019 dan 2018, cukup signifikan surplus kita,” jelas Yunita dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (16/3/2020).
Yunita memaparkan nilai neraca dagang Indonesia berasal dari kinerja ekspor Indonesia yang mencapai USD13,94 miliar atau tumbuh 2,24 persen bila dibandingkan ekspor Januari 2020 yang mencapai sebanyak USD13,63 miliar. Angka tersebut juga naik 11 persen dibanding Februari 2019.
“Ekspor nonmigas Februari 2020 mencapai USD13,12 miliar, naik 2,38 persen dibanding Januari 2020. Sementara dibanding ekspor nonmigas Januari 2019 juga naik 14,64 persen,” paparnya.
Yunita menjelaskan, berdasarkan sektor, seluruh ekspor nonmigas Indonesia mengalami kenaikan. Sektor pertanian yang pada Februari 2020 tercatat sebesar USD0,30 miliar, tumbuh sebesar 0,91 persen (mom) dan 28,04 persen (yoy). Ini disokong oleh kenaikan ekspor biji kakao, sarang burung, mutiara hasil budidaya, tanaman obat, aromatik, dan rempah-rempah.
Industri pengolahan sebesar USD11,03 miliar naik 2,73 persen (mom) dan 17,11 persen (yoy). Kenaikan sektor ini dsumbang oleh peningkatan ekspor pada logam dasar mulia, minyak kelapa sawit, barang tekstil lainnya, kendaraan bermotor roda empat dan lebih, serta kimia dasar organik yang bersumber dari minyak.
Sedangkan ekspor hasil tambang sebesar USD1,80 miliar naik 0,53 persen (mom), namun mengalami turun tipis 0,04 persen secara yoy. Kenaikan ekspor hasil tambang secara mom dipengaruhi oleh biji tembaga, lignit, batu kerikil, serta bahan mineral lainnya.
Sementara itu, nilai impor Indonesia Februari 2020 mencapai USD11,6 miliar. Angka ini turun tajam sebesar 18,69 persen bila dibandingkan Januari 2020 dan merosot 5,11 persen ketimbang impor pada Februari 2019.
Berdasarkan penggunaan barang, impor pada bulan ini mengalami penurunan, baik secara bulanan (mom) maupun tahunan (yoy). Konsumsi ambles 39,91 persen (mom) dan minus 12,81 persen (yoy), bahan baku penolong melorot 15,89 persen (mom) dan turun 1,50 persen (yoy), serta barang modal turun 18,03 persen (mom) dan minus 16,44 persen (yoy).
“Barang konsumsi yang turun yakni tanks and other armoured fighting vehicles (kendaraan tempur lapis baja), lalu buah pir, non rubber toys (mainan non karet), non sports footwear with other sols and rubber or plastic (alas kaki non-olahraga dengan sol dan karet atau plastik lainnya). Ini yang mendominasi penurunan impor pada barang konsumsi,” paparnya.
Sementara penurunan terbesar impor nonmigas pada golongan barang HS dua digit terjadi di mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), mesin dan peralatan mekanis (HS 84), kendaraan dan bagiannya (HS 87), plastik dan barang dari plastik (HS 39), serta bahan kimia organik (HS 29).
Secara kumulatif Januari-Februari 2020, neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar USD1,70 miliar. Komposisinya, migas defisit USD2,10 miliar dan nonmigasnya surplus USD3,80 miliar.
Adapun Indonesia mencatat surplus neraca dagang kepada negara-negara seperti Amerika Serikat yang surplus USD2,10 miliar. Kemudian India sebesar USD1,38 miliar, serta Belanda yang mencapai USD402 juta.
“Walaupun impornya turun cukup signifikan, tetapi neraca perdagangan kita dengan Tiongkok masih defisit sebesar USD1,94 miliar. Defisit dengan Thailand sebesar USD577 juta, dan defisit dengan Australia sebesar minus USD302 juta pada Januari-Februari 2020 ini,” tandas Yunita. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post