ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kapasitas pembangkit listrik Indonesia mengalami kenaikan hampir 15 Giga Watt (GW) menajdi 69,6 GW dari 54,7 GW dalam lima tahun terkahir.
Peningkatan kapasitas pembangkit ini salah satunya ditopang dari tumbuhnya pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Kapasitas pembangkit listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) saat ini berada di sekitar angka 10,3 GW atau sekitar 14,8 persen,” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana, melalui keterangan tertulisnya yang diterima Sabtu (8/2/2020).
Rida merinci, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih mendominasi kapasitas pembangkit nasional saat ini, yaitu sebesar 34,7 GW atau sebesar 49,9 persen, disusul dengan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG/GU/MG) sebesar 19,9 GW atau sekitar 28,6 persen, pembangkit berbasis EBT sebesar 10,3 GW atau sekitar 14,8 persen serta PLTD sebesar 4,6 GW atau sekitar 6,7 persen.
Sementara, terkait status kepemilikikan pembangkit listrik, PT PLN (Persero) memiliki kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 42,35 GW (60,9 persen), disusul oleh pengembang listrik swasta/IPP sebesar 18,12 (26,0 persen). Pemegang Izin Operasi (IO) menempati posisi ketiga sebesar 5,46 GW (7,8 persen), Private Power Utility/PPU sebesar 3,58 GW (5,1 persen), dan sisanya dimiliki pemerintah sebesar 0,05 GW (0,1 persen).
Guna terus menggenjot infrastruktur kelistrikan, Pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik mencapai 27,28 GW dalam lima tahun ke depan. Ini berarti total kapasitas pembangkit listrik Indonesia hingga 2024 mencapai 96,98 GW terdiri dari pembangkit fosil sebesar 18,28 GW (67,0 persen) dan pembangkit EBT sebesar 9,05 GW (33,0 persen).
“Dari total kapasitas sebesar 27,28 GW yang direncanakan, terdapat kapasitas terpasang pembangkit Program 35.000 MW sebesar 20,62 GW. Sisanya dari program Fast Tracking Project (FTP),” ujar Rida.
Kapasitas pembangkit EBT yang sebesar 9,05 GW tersebut, disebut Rida sudah mempertimbangkan penciptaan pasar untuk pembangkit EBT dengan total kapasitas sebesar 2,24 GW yang tersebar di seluruh Indonesia.
Untuk mewujudkan terget tersebut, Rida memproyeksikan kebutuhan investasi mencapai USD36 miliar atau sekitar Rp504 triliun (asumsi Rp14 ribu per dolar AS), yang terdiri dari pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) dan non-EBT.
Rida pun menggarisbawahi, pembangunan pembangkit tersebut disesuaikan dengan suplai and permintaan. Pertimbangan utama memasok kebutuhan bisnis, pariwisata dan industri.
“Kami telah memplot pasokan listrik dengan potensi demand. Alhamdulillah kebutuhan demand ke depan tercukupi, termasuk pembangunan smelter. Sehingga tidak perlu khawatir jika terjadi kelebihan pasokan,” tanda Rida. (AT Network)
Discussion about this post