ASIATODAY.ID, JAKARTA – Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memproyeksikan ekonomi global hanya akan tumbuh 2,3 persen pada 2023, naik 0,4 poin persentase dari perkiraan pada bulan Januari. Proyeksi itu dikeluarkan oleh PBB dalam laporan terbarunya pada Selasa (16/5/2023).
Sedangkan untuk tahun 2024, PBB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan turun 0,2 poin persentase menjadi 2,5 persen.
“Terlepas dari kenaikan ini, tingkat pertumbuhan masih jauh di bawah tingkat pertumbuhan rata-rata dalam dua dekade sebelum pandemi sebesar 3,1 persen,” tulis PBB dalam laporan World Economic Situation and Prospects yang dikeluarkan oleh UN Department of Economic and Social Affairs.
Proyeksi PBB pada ekonomi dunia pun lebih kecil dari Dana Moneter Internasional (IMF), yang mengatakan awal tahun ini bahwa pertumbuhan global akan turun menjadi 2,9 persen pada 2023 dari 3,4 persen pada 2022 dan untuk 2024 akan naik sedikit menjadi 3,1 persen.
Sementara itu, PBB menyebut, prospek pada ekonomi Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan China telah membaik, “untuk banyak negara berkembang, prospek pertumbuhan telah memburuk di tengah pengetatan kondisi kredit dan meningkatnya biaya pembiayaan eksternal”.
“Negara-negara kurang berkembang diperkirakan tumbuh 4,1 persen pada 2023 dan 5,2 persen pada 2024, jauh di bawah target pertumbuhan 7 persen yang ditetapkan dalam Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan,” ungkap laporan PBB tersebut.
PBB memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS sebesar 1,1 persen pada 2023 – naik dari perkiraan 0,4 persen pada Januari; Pertumbuhan Eropa sebesar 0,9 persen pada tahun 2023 – naik dari 0,2 persen; dan pertumbuhan China sebesar 5,3 persen – naik dari 4,8 persen.
Sementara itu, IMF mengingatkan default utang Amerika Serikat yang dipicu oleh kegagalan untuk menaikkan plafon utang, dapat menimbulkan dampak yang sangat serius bagi ekonomi AS serta global.
IMF juga menyoroti kemungkinan biaya pinjaman yang lebih tinggi jika AS gagal menaikkan plafon utangnya.
Mengutip US News, Jumat (12/5/2023) juru bicara IMF Julie Kozack juga mengatakan bahwa otoritas AS perlu tetap waspada terhadap kerentanan baru di sektor perbankan, termasuk di bank regional, yang dapat muncul dalam penyesuaian suku bunga yang jauh lebih tinggi.
Dia menambahkan IMF belum bisa mengukur dampak default AS terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Pada April 2023, IMF memperkirakan pertumbuhan PDB global 2023 hanya akan menembus 2,8 persen, juga mencatat bahwa gejolak pasar keuangan yang lebih dalam, ditandai dengan penurunan harga aset dan pemotongan tajam dalam pinjaman bank, dapat membanting pertumbuhan output kembali ke 1,0 persen.
Kozack melanjutkan, suku bunga yang tinggi bisa menjadi salah satu akibat dari default AS dan beberapa ketidakstabilan yang lebih luas dalam ekonomi global.
“Kami ingin menghindari dampak yang parah itu,” kata Kozack.
“Dan untuk alasan itu, kami sekali lagi menyerukan kepada semua pihak untuk bersatu, mencapai konsensus dan menyelesaikan masalah ini secepat mungkin,” ujarnya.
Terkait krisis di sektor perbankan AS, Kozack mengatakan IMF menyambut baik tindakan tegas oleh regulator dan pembuat kebijakan untuk mengatasi kegagalan tiga pemberi pinjaman regional utama dalam beberapa pekan terakhir.
Ditambahkannya, IMF akan segera melakukan tinjauan tahunan “Pasal IV” terhadap kebijakan ekonomi AS, dan penilaian itu, yang akan dikeluarkan menjelang akhir bulan Mei, akan menganalisis dampak tekanan pada bank regional, termasuk pengetatan persyaratan kredit. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post