ASIATODAY.ID, MOSKOW – Ekonomi Rusia dilaporkan masih tetap tangguh meski perekonomian Rusia mengalami tekanan yang hebat akibat sanksi-sanksi ekonomi.
Kremlin masih mampu membiayai perang dengan Ukraina, sekaligus menjaga gaya hidup warganya.
Bank sentral Rusia mengatakan pada Jumat (17/2/2023) bahwa tekanan inflasi 11,8% selama Januari dan rubel terus melemah. Inflasi hampir tiga kali lipat dari target resmi bank sentral sebesar 4% sehingga, minggu lalu, bank sentral mengindikasikan akan menaikkan suku bunga lagi untuk mendinginkan inflasi.
Rusia belum melaporkan angka pertumbuhan PDB untuk Desember. Namun, menurut perkiraan World Bank, Dana Moneter Internasional dan OECD, PDB Rusia turun setidaknya 2,2% dalam skenario kasus terbaik pada tahun 2022 dan hingga 3,9%, dan secara luas diperkirakan akan berkontraksi lagi pada tahun 2023.
Harga-harga di seluruh Rusia sangat fluktuatif pada tahun sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022 karena inflasi yang memanas aklibat menyusul pengenaan sanksi Barat. Penurunan pendapatan penjualan minyak dan gas yang kembali memukul mata uang Rusia tahun ini.
Rubel telah jatuh 16% sejak awal Desember hingga Jumat (17/2/2023), ketika embargo Uni Eropa dan batasan harga negara G7 pada penjualan minyak mentah Rusia mulai berlaku.
“Jika rubel tetap pada level saat ini, dampaknya akan terasa dalam inflasi beberapa bulan mendatang,” kata analis bank tersebut dalam laporan.
Sementara itu, defisit anggaran Rusia mencapai rekor 1,8 triliun rubel Rusia ($24,4 juta) pada bulan Januari, dengan pengeluaran tumbuh sebesar 58% dari tahun sebelumnya sementara pendapatan turun lebih dari sepertiga.
Meski demikian, perekonomian Rusia tidak kolaps dan masih mampu membiayai perang dengan Ukraina di tengah sanksi-sanksi ekonomi.
Chris Weafer, CEO Macro Advisory dari Moskwa, mengatakan kepada CNBC, susunan ekonomi Rusia memiliki keunikan, di mana sebagian besar PDB dihasilkan oleh perusahaan milik negara. Ini adalah alasan utama mengapa perekonomian Rusia dan pembiayaan perang relatif tidak terpengaruh oleh sanksi.
“Di masa sulit, negara mampu menyuntikkan modal ke sektor publik, menciptakan stabilitas, dan memberikan subsidi serta menjaga agar industri dan jasa tetap berjalan,” katanya.
“Negara menjadi faktor penstabil bagi perekonomian dan bertindak sebagai jangkar dalam masa-masa pemulihan atau masa pertumbuhan,” tambahnya.
Dia mengatakan bahwa kemampuan pemerintah untuk menyubsidi warganya telah membuat pengangguran tetap rendah dan menjaga gaya hidup warga Rusia.
“Perekonomian Rusia tergantung pada berapa banyak uang yang harus dikeluarkan pemerintah. Jika Pemerintah memiliki cukup uang untuk dibelanjakan memberikan dukungan sosial dan dukungan industri utama, maka situasi itu (perang Rusia-Ukraina) dapat bertahan untuk waktu yang sangat, sangat lama, ” kata Weafer.
Dana Rusia sebagian besar berasal dari ekspor minyak. Pembatasan ekspor dan harga minyak mentah Rusia (Urals) diharapkan dapat membuat Vladimir Putin mundur dari Ukraina, tetapi Rusia masih memiliki simpanan dana yang besar.
Rusia memiliki simpanan Dana Kekayaan Nasional Rusia, di antaranya dalam bentuk sebesar 310 miliar yuan (US$ 45,5 miliar), per 1 Januari 2023. Rusia telah meningkatkan penjualan yuan karena pendapatan energi telah menurun, dan berencana untuk menjual lebih lanjut mata uang asing senilai 160,2 miliar rubel antara 7 Februari dan 6 Maret, hampir tiga kali lipat penjualan mata uang asing dari bulan sebelumnya. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post