ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon memandang bahwa Indonesia membutuhkan terobosan besar di sektor pertanian sebagai upaya mitigasi potensi krisis pangan akibat gejolak global.
“Kita harus segera melahirkan inovasi besar-besaran dalam bidang pertanian. Jika tidak, kita tak akan bisa menghadapi dinamika perubahan global yang mengancam ini,” kata Fadli Zon dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (26/6/2022).
Menurut Fadli, petani di Indonesia tidak boleh dibiarkan hidup dengan “teknologi pasrah” seperti yang selama ini berjalan.
“Petani tak mungkin menciptakan inovasi itu sendirian sehingga butuh campur tangan pemerintah untuk melahirkan inovasi-inovasi baru itu,” jelas Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini.
Lebih jauh, Fadli memandang kebijakan pangan nasional ke depannya selayaknya tidak bisa lagi menggunakan pendekatan layaknya petugas pemadam kebakaran, yaitu jika ada krisis harga, baik jatuh maupun melonjak, atau krisis stok, baru kemudian ada ‘treatment’ atau kebijakan khusus yang dilakukan.
Ia mencontohkan, kasus kenaikan harga cabai yang terjadi dalam satu bulan terakhir ini.
Kondisi ini dipicu dua faktor, yaitu faktor perubahan iklim, serta faktor tanah, di mana banyak lahan tanaman cabai yang mengalami kerusakan di mana tak semua petani cabai bisa mengatasinya.
“Ada faktor kendala modal, pengetahuan dan keterampilan, sehingga petani cabai kita tak bisa mengatasi persoalan ini,” jelasnya.
Dalam konteks ini, pemerintah harus menempatkan kasus lonjakan harga cabai ini di dalam kerangka isu ancaman ketersediaan pangan secara global, terlebih karena sesudah pandemi COVID-19, yang telah mempengaruhi pasokan dan harga pangan dalam dua tahun terakhir, kini muncul persoalan baru yang juga telah mempengaruhi rantai pasok pangan secara global, yaitu perang Rusia – Ukraina.
Berdasarkan data FAO (The Food and Agriculture Organization) dan World Bank, gangguan rantai pasok akibat perang Rusia-Ukraina ini telah menyebabkan lonjakan harga pangan di seluruh dunia.
Untuk mengamankan stok pangan nasional, saat ini sejumlah negara telah mengeluarkan kebijakan menghentikan ekspor pangan. Pembatasan ekspor komoditas semacam itu akan semakin membuat harga pangan global kian meroket, sehingga akan mempersulit akses negara-negara importir pangan.
“Saat ini saja FAO sudah memperingatkan bahwa biaya input pertanian, terutama pupuk, akan segera melonjak tajam, sehingga akan memperburuk ketahanan pangan di negara-negara miskin atau berkembang. Bulan Juni ini, menurut data FAO, indeks biaya input pertanian telah mencapai rekor tertinggi. Isu terakhir inilah yang harus membuat kita khawatir,” urainya.
Dalam menghadapi dinamika semacam itu, sudah seharusnya dilakukan perubahan fundamental dalam cara bercocok tanam.
“Ke depan, kita tak bisa lagi mengelola pertanian ini dengan cara tradisional, sehingga rentan sekali terhadap berbagai perubahan lingkungan,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post