ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon menyoroti rapuhnya keamanan data siber instansi negara, sehingga dengan mudah bisa diretas dan bocor di tengah masyarakat secara beruntun belakangan ini. Kelompok peretas itu dikenal dengan nama ‘Bjorka’.
Menurut Fadli, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) harusnya menjadi garda terdepan untuk mengamankan data siber tersebut.
“Harus ada auto kritik juga ya, beberapa institusi seperti Kominfo dan BSSN kan harusnya ikut menjadi Garda terdepan untuk mengamankan siber kita. Apa lagi siber dari institusi negara atau pejabat-pejabat negara masa dijebol oleh orang perorangan atau suatu kelompok, yang menurut saya ini menjadi satu warning bagi kita bahwa kita ini masih lose di dunia siber,” jelas Fadli, dikutip dari laman DPR, Rabu (14/9/2022).
Menurut anggota Komisi I ini, di era digital saat ini menjadi sangat penting untuk setiap lembaga negara untuk mampu berlindung dari peretasan data yang membahayakan, apalagi yang sifatnya rahasia atau konfidensial.
“Bisa mengganti ganggu keamanan negara, dijual di darkweb dan sebagainya. Harus ada warning, apa yang dilakukan presiden (membentuk tim khusus atasi Bjorka) adalah salah satu keseriusan menanggapi ini tetapi seharusnya kementerian dan lembaga terkait harus intropeksi, jangan hanya melaporkan hal-hal yang baik tetapi sebenarnya tidak,” papar Fadli.
Hacker Bjorka sebelumnya menjual data pengguna sampai mengumbar ada kebocoran data registrasi SIM card prabayar yang isinya meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor Kartu Keluarga (KK), nomor telepon, dan tanggal registrasi, bahkan membocorkan data beberapa lembaga negara.
“Saya kira intervensi ini sangat penting, untuk meningkatakan kewasapadaan lebih serius untuk mengingatkan secara keamanan, ini juga menunjukan siber kita masih di bawah standar,” tutup Fadli.
Terburuk di Asia
Kasus kebocoran data di Indonesia dianggap paling terburuk di Asia bahkan di dunia. Pasalnya, kasus tersebut terus terjadi dan berlangsung secara masif.
Kasus yang kini tengah menjadi sorotan yakni bocornya 1,3 miliar data registrasi SIM Card masyarakat Indonesia. Kebocoran tersebut diunggah pada 31 Agustus 2022 oleh anggota forum situs breached.to dengan nama identitas Bjorka.
“Kebocoran ini bukan lagi darurat, tetapi ini paling terburuk di Asia, bahkan di dunia,” kata Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk Darurat Perlindungan Data Pribadi, Sabtu (10/9/2022).
Menurut Damar, kasus serupa juga pernah terjadi di Malaysia pada 2017. Ketika itu, 46 juta data dari 12 operator seluler dijual ke pasar gelap. Kasus ini pernah disebut-sebut sebagai kebocoran data terbesar di Asia.
“Yang dijual di Malaysia itu 46 juta, itu saja sudah dikatakan sebagai yang terbesar di Asia, apalagi di Indonesia yang sampai 1,3 miliar jumlahnya,” ujar Damar.
SAFEnet bersama lima lembaga lainnya yang tergabung dalam Koalisi Peduli Data Pribadi telah membuka Posko Aduan Kebocoran Data Pribadi.
Posko ini dibuat karena ada kemarahan publik yang besar akibat kasus kebocoran data yang semakin marak.
Untuk aduannya bisa disampaikan melalui http://s.id/kebocorandata. Nantinya Koalisi Peduli Data Pribadi akan memperjuangkan aspirasi yang disampaikan. (ATN)
Discussion about this post