ASIATODAY.ID, ROMA – Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture (FAO) menyerukan kepada negara-negara di dunia untuk mewaspadai ancaman krisis pangan, imbas konflik Rusia-Ukraina.
Badan Perserikatan Bangsa-Banga (PBB) itu pada Jumat (11/3/2022) menyatakan, konflik telah memicu harga pangan dan pakan internasional diangka 8 persen dan 20 persen.
Dalam penilaian awal, FAO mengatakan tidak jelas apakah Ukraina akan dapat memanen tanaman selama konflik yang berkepanjangan, sementara ketidakpastian juga menyelimuti ekspor makanan Rusia.
FAO mengatakan, Rusia adalah pengekspor gandum terbesar di dunia, sementara Ukraina adalah yang terbesar kelima. Bersama-sama, mereka menyediakan 19 persen pasokan jelai dunia, 14 persen gandum, dan 4 persen jagung, yang merupakan lebih dari sepertiga ekspor sereal global.
Rusia juga merupakan pemimpin dunia dalam ekspor pupuk.
“Kemungkinan gangguan terhadap kegiatan pertanian dari dua eksportir utama komoditas pokok ini dapat secara serius meningkatkan kerawanan pangan secara global,” kata Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu dalam sebuah pernyataan.
Indeks harga pangan tumbuh mencapai rekor tertinggi pada Februari, dan tampaknya pasti akan naik lebih jauh lagi di bulan-bulan mendatang sebagai konsekuensi dari konflik yang bergema di seluruh dunia.
Antara 20 persen dan 30 persen ladang yang digunakan untuk menanam sereal musim dingin, jagung, dan bunga matahari di Ukraina tidak akan ditanami atau akan tetap tidak dipanen selama musim 2022/23, kata FAO, seraya menambahkan ekspor Rusia mungkin terganggu oleh sanksi internasional.
FAO mengatakan 50 negara, termasuk banyak negara kurang berkembang, bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk 30 persen atau lebih pasokan gandum mereka, membuat mereka sangat rentan.
“Jumlah global orang yang kekurangan gizi dapat meningkat 8 hingga 13 juta orang pada 2022/23,” kata FAO, seraya menambahkan bahwa kenaikan paling menonjol akan terlihat di kawasan Asia-Pasifik diikuti oleh Afrika sub-Sahara. (ATN)
Discussion about this post