ASIATODAY.ID, JAKARTA – Perdebatan tentang posisi Indonesia sebagai negara gagal sistemik sedang mengemuka di negeri itu.
Hal itu dipicu oleh ungkapan Managing Director Political Economy and Policy Studies, Anthony Budiawan yang menilai Indonesia masuk ke dalam kategori negara gagal sistemik.
Anthony merujuk pada pernyataan yang disampaikan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) António Guterres.
Dalam video yang diunggah Anthony, António Guterres mengatakan, negara yang membayar bunga pinjaman lebih besar dari anggaran kesehatan atau pendidikan termasuk negara gagal sistemik.
Anthony lantas menyoroti biaya kesehatan dalam APBN 2022 yang lebih besar dibandingkan total bunga pinjaman. Dia menyebutkan biaya kesehatan Indonesia pada periode tersebut sebesar Rp 176,7 triliun. Sedangkan total bunga pinjaman mencapai Rp386,3 triliun.
Menjawab hal itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia, Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo dengan tegas membantah anggapan bahwa Indonesia merupakan negara yang gagal secara sistemik.
Ia memandang, penilaian itu tidak berdasar karena pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil dan tinggi.
“Indonesia bukan negara gagal. Justru Indonesia masuk upper middle income country dengan pertumbuhan ekonomi stabil dan tinggi 5 persen,” demikian keterangan tertulis Prastowo lewat akun Twitter pribadinya @prastow yang dimonitor pada Kamis (20/7/2023).
Menurut Prastowo, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup stabil di atas 5 persen pada enam kuartal berturut-turut, Indonesia tentu jauh dari gagal sistemik.
Lebih jauh, Prastowo menjelaskan total anggaran pendidikan dan kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar Rp649 triliun. Angka tersebut mencapai 168 persen dari belanja bunga utang yaitu Rp386 triliun.
Dalam rinciannya, anggaran pendidikan pada APBN 2022 sebesar Rp 472,6 triliun. Kemudian anggaran kesehatan sebesar Rp 176,7 triliun.
“Bahkan jika ditambah alokasi anggaran kesehatan yang disediakan APBD sebesar Rp249 triliun, total anggaran kesehatan menjadi Rp426 triliun,” tulis Prastowo.
Anggaran pendidikan dan kesehatan juga naik pada tahun berikutnya yakni pada 2023.
Dalam APBN 2023, anggaran pendidikan sebesar Rp612,3 triliun. Lalu anggaran kesehatan mencapai Rp178,7 triliun, sehingga total kedua anggaran ini sebesar Rp791 triliun.
Sedangkan anggaran belanja bunga utang sebesar Rp441,4 triliun. Di dalam tabel itu juga ditunjukkan rasio anggaran pendidikan dan kesehatan dibandingkan belanja bunga utang sebesar 179 persen.
Lebih lanjut dalam utasnya, Prastowo menyebutkan Indonesia tidak pernah gagal bayar sepanjang sejarah.
“Buktinya peringkat kredit Indonesia di tingkat layak investasi. Lembaga pemeringkat global, Standard & Poor’s (S&P), mengafirmasi peringkat kredit Indonesia bertahan di posisi BBB outlook stabil,” cuitnya.
Adapun keputusan mempertahankan rating tersebut, menurut Prastowo, adalah cerminan dari kesuksesan Indonesia dalam melakukan konsolidasi fiskal yang cepat dan didukung oleh pertumbuhan pendapatan yang solid.
“Termasuk kebijakan fiskal-moneter yang terkalibrasi dengan baik,” tandasnya. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post