ASIATODAY.ID, JAKARTA – Para ilmuwan mendedikasikan diri untuk mengamati temperatur dan pergerakan plasma mendidih naik turun permukaan Matahari.
Seorang astrofotografer asal Argentina, Eduardo Schaberger Poupeau menangkap potret kobaran plasma setinggi 100.000 kilometer di atas permukaan matahari. Plasma matahari sendiri merupakan gas panas yang mengalir ke atas dan ke bawah permukaan Matahari. Saking panasnya, atom pun pecah menjadi bagian yang lebih kecil seperti elektron dan ion.
“Semburan itu kalau dilihat tingginya sekitar delapan kali ukuran Bumi yang ditumpuk satu sama lain. Ratusan benang plasma menyebar melalui atmosfer matahari,” kata Poupeau dilansir dari Live Science, Jumat (17/3/2023).
Sebagai informasi, benang plasma adalah lapisan terluar Matahari yang jadi bagian penting dari mekanisme yang menghasilkan badai matahari, yakni aktivitas Matahari yang pada akhirnya dapat memengaruhi Bumi.
Menurut Spaceweather, fenomena semburan plasma ini dikenal sebagai polar crown prominence (PCP) atau tonjolan mahkota kutub.
PCP terjadi di dekat kutub magnet matahari pada garis lintang antara 60 dan 70 derajat Utara dan Selatan, yang sering menyebabkannya runtuh kembali ke matahari karena medan magnet di dekat kutub jauh lebih kuat.
Istilah air terjun plasma juga jadi populer, lantaran semburan plasma matahari yang menyemprot di ketinggian tertentu, akan mendinginkan diri dan kemudian jatuh kembali.
Para peneliti juga meluruskan plasma yang menyembur dan jatuh sebenarnya tidak terjun bebas, karena plasma tersebut terkandung di dalam medan magnet yang awalnya memuntahkannya.
Akan tetapi, tetap saja plasma bergerak ke bawah dengan kecepatan hingga 36.000 km/jam, yang jauh lebih cepat daripada medan magnet.
Sejauh ini, para peneliti masih mencoba untuk mencari tahu bagaimana hal ini mungkin terjadi. Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2021 di jurnal Frontiers in Physics mengungkapkan, PCP mengalami dua fase selama letusannya: fase lambat, saat plasma perlahan melesat ke atas, dan fase cepat, saat plasma berakselerasi menuju puncak ketinggiannya.
Ada kemungkinan, dua fase itu mempengaruhi bagaimana plasma jatuh kembali ke permukaan, tetapi sejauh ini masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk memastikannya.
Fisikawan matahari sering mempelajari tonjolan matahari karena dapat disertai dengan lontaran massa koronal atau semburan plasma magnet besar yang dapat sepenuhnya terlepas dari matahari dan menghantam Bumi.
Tapi PCP juga menarik bagi fisikawan nuklir karena medan magnet matahari tampaknya sangat mahir menahan loop plasma di daerah kutub , yang dapat memberikan wawasan yang membantu peneliti meningkatkan reaktor fusi nuklir eksperimental.
Menurut NASA, PCP sangat umum dan bisa terjadi hampir setiap hari, meskipun gambar fenomena seperti yang ditangkap Poupeau jarang terjadi. Seperti banyak fenomena matahari terkait plasma lainnya, PCP bisa menjadi lebih sering dan intens saat matahari mencapai puncaknya dalam siklus matahari 11 tahun yang dikenal sebagai maksimum matahari.
Pada tanggal 2 Februari, tonjolan matahari yang sangat besar, tepat di bawah garis lintang yang perlu dianggap sebagai PCP, terputus dari matahari dan terperangkap dalam pusaran kutub yang sangat besar dan bergerak cepat di sekitar kutub utara matahari selama sekitar 8 jam.
Pada 5 September 2022, aliran plasma yang sangat besar dan bergelombang melesat melintasi permukaan matahari seperti ular dan pada 24 September 2022, gumpalan plasma kolosal sepanjang 1 juta mil meletus dari permukaan matahari. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post