ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Global Energy Alliance for People and Planet (GEAPP) guna mendukung upaya strategis mempercepat upaya transisi energi Indonesia. Kerja sama itu ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU).
“Kemitraan bersama GEAPP ini untuk membantu mempercepat program transisi energi di Indonesia, bertujuan agar masyarakat bisa mendapatkan akses listrik yang semakin bersih dengan harga yang terjangkau,” kata Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM pada kegiatan Penandatangan Nota Kesepahaman Kementerian ESDM dengan GEAPP, yang disaksikan Menteri ESDM, Arifin Tasrif, Kamis (16/3).
Untuk diketahui, Indonesia merupakan negara kedua di Asia Tenggara yang berkolaborasi dengan GEAPP dalam transisi energi yang adil selama tahun 2023 setelah serangkaian empat MoU yang ditandatangani dengan Pemerintah Vietnam pada bulan Februari 2022 lalu.
GEAPP adalah aliansi antara pemerintah, filantropi, wirausahawan dan institusi pendanaan yang memiliki misi mendorong negara berkembang untuk melakukan transisi menuju energi bersih.
GEAPP diluncurkan pada acara the United Nations Climate Change Conference (COP26) di Glasgow tahun 2021. Dimotori oleh Rockefeller Foundation, IKEA Foundation, dan Bezos Earth Fund, GEAPP mengelola dana senilai lebih dari US$10 miliar.
Sebagai aliansi, GEAPP bertujuan untuk membuka 150 juta pekerjaan baru, mengurangi 4 gigaton emisi karbon masa depan, dan memperluas akses energi bersih ke satu miliar orang. Dengan mitra filantropi, Bezos Earth Fund, IKEA Foundation, dan The Rockefeller Foundation, GEAPP bekerja untuk membangun lingkungan yang memungkinkan, kapasitas, dan kondisi pasar untuk solusi sektor swasta. Juga mengatalisasi model bisnis baru melalui inovasi dan kewirausahaan, dan menggunakan modal berisiko tinggi untuk mendorong solusi sektor swasta, dan membantu solusi transisi yang adil.
Dadan menjelaskan, GEAPP akan bekerjasama dengan Kementerian ESDM untuk mendukung program-program Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia, melakukan studi teknis, analisis, dan penelitian yang berfokus pada percepatan pensiun dini pembangkit batu bara; mendukung transisi menuju energi terbarukan; mendukung analisis interkoneksi jaringan; dan program lain yang mendukung pencapaian target Net Zero Emission tahun 2060 atau lebih cepat.
GEAPP diharapkan dapat mendukung penyusunan pensiun dini (early retirement) PLTU khususnya Wilayah Usaha Non-PLN dan dukungan pada upaya dekarbonisasi di sektor industri.
Dadan menyebut, bahwa GEAPP telah menunjuk Institute for Essential Service Reform (IESR) untuk membantu penyusunan roadmap pensiun dini PLTU ini.
CEO GEAPP, Simon Harford mengatakan kerja sama ini menandakan kesamaan pemahaman dan tujuan bersama dan merupakan langkah penting dalam misi GEAPP untuk mengkatalisasi dan menskalakan transisi energi yang berkeadilan di Asia Tenggara dan di seluruh dunia.
Indonesia telah menunjukkan pandangan yang jauh ke depan dalam komitmennya pada transisi energi yang adil, tetapi menyadari bahwa transformasi ini harus demi kepentingan masyarakat luas – tidak hanya mendorong energi bersih tetapi juga menciptakan lahan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Pemerintah juga realistis dalam menyingkapi dukungan internasional, investasi dan teknologi yang dibutuhkan untuk mendorong perubahan ini.
“GEAPP bersyukur dapat mendukung tujuan Indonesia dan MOU ini mencerminkan komitmen kami untuk bekerja dalam skala dan kecepatan untuk memastikan hasil yang adil dan efektif untuk semua,” ungkap Simon.
Selain dengan GEAPP, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga sepakat bekerja sama dengan Amerika Serikat. Hal itu ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Clean Energy Working Group Indonesia-Amerika Serikat (AS).
Kesepakatan ini menandai pendirian kelompok kerja untuk pengembangan energi bersih di Indonesia. MoU tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana bersama Assistant Secretary of Commerce dan Director General of the U.S. and Foreign Commercial Service, U.S. Department of Commerce Arun Venkataraman.
Rida menyampaikan bahwa MoU Clean Energy Working Group akan menjadi dasar dari kerja sama serta mendorong dan mempromosikan kerja sama bilateral di bidang energi bersih.
“MoU ini akan menjadi dasar hubungan kerjasama serta mendorong dan mempromosikan kerjasama bilateral di bidang energi bersih dan terbarukan di Indonesia. Ini akan mencakup berbagai bidang, seperti CCUS, keamanan siber, teknologi SMR, panas bumi, bioetanol, dan teknologi kota pintar untuk ibu kota baru, Ibu Kota Negara. Kerja sama ini juga akan menggantikan MoU Power Working Group yang sebelumnya ditandatangani pada 2015,” ujar Rida dalam sambutannya setelah penandatangan MoU di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (16/3).
Rida mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan menggunakan Working Group ini untuk mendukung tujuan elektrifikasi dan pembangunan ketenagalistrikan Indonesia, dengan fokus awal untuk membantu Indonesia mencapai 23% bauran energi dari EBT pada tahun 2025 dan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Untuk menindaklanjuti penandatanganan ini, Pemerintah Indonesia mengundang badan usaha Amerika Serikat untuk berkolaborasi, tidak hanya untuk investasi tetapi juga meningkatkan teknologi transisi energi di Indonesia.
“Dari sisi regulasi, Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 yang telah dikeluarkan, adalah wujud komitmen Pemerintah dalam upaya percepatan pengembangan EBT secara nasional,” imbuhnya.
Selain pengembangan EBT, peran komoditas mineral pada transisi energi juga tidak kalah penting. Pemerintah Indonesia juga akan memprioritaskan komoditas mineral dalam negeri untuk proyek transisi energi, antara lain fasilitas energy storage, baterai kendaraan listrik, dan hilirisasi industri mineral.
“Indonesia memerlukan dukungan bagaimana bisa melakukan hilirisasi dari mineral kritis. Hilirisasi yang itu semua dikaitkan dengan transisi energi. Dari sisi demand ada percepatan penggunaan kendaraan bermotor listrik yang di dalamnya ada penggunaan baterai, yang mengandung logam kritis yang ada sumber dayanya di Indonesia,” tutur Rida.
Kesepakatan lain dari MoU ini, harap Rida, akan adanya aliran investasi dan terciptanya lapangan kerja baru. Bersamaan dengan itu, Kementerian ESDM terus mengembangkan dan memperbaiki proses bisnis, termasuk di dalamnya penyederhanaan perizinan.
“Selain peningkatan investasi, kepastian dalam dukungan pembiayaan diperlukan dalam rangka mencapai target NZE 2060. Tidak hanya Amerika Serikat, beberapa negara maju lain turut berperan serta khususnya dalam kerangka JETP, seperti Jerman, Jepang, dan Norwegia, sesuai hasil KTT G20 yang diselenggarakan tahun lalu,” tandas Rida.
Sebagai informasi, MOU Clean Energy Working Group merupakan MoU terkait pendirian kelompok kerja untuk pengembangan energi bersih di Indonesia, MoU ini akan menggantikan MOU Indonesia – Amerika Serikat terkait Power Working Group for Indonesia yang telah ditandatangani pada tahun 2015 dan hanya terfokus pada isu ketenagalistrikan, pada masa itu program 35 GW.
Adapun bidang kerja sama yang tercakup dalam MoU Clean Energy Working Group adalah super grid dan/atau smart grid, pengurangan penggunaan pembangkit diesel, Teknologi Small Modular Reactor (SMR), cyber security, Carbon Capture and Utilization Storage (CCUS); microgrid, digitalisasi, energy storage, smart city, efisiensi pembangkit, bioethanol, dan panas bumi.
MoU ini dapat menjadi payung kerja sama Kementerian ESDM dan U.S. Department of Commerce dengan fokus awal untuk membantu Indonesia mencapai tujuan 23% kontribusi jaringan energi terbarukan pada tahun 2025 dan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post