ASIATODAY.ID, JAKARTA – Gelombang rakyat dari barisan masyarakat sipil mulai menggema di Indonesia.
Elemen yang terhimpun dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menyerukan penolakan atas rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
Sikap ini juga sebagai bentuk mosi tidak percaya pada pemerintah dan DPR.
“Kami menyatakan mosi tidak percaya kepada DPR dan Pemerintah. Rakyat menuntut agar pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dihentikan,” demikian dikutip dari dari keterangan resmi FRI, Senin (5/10/2020).
FRI menilai pemerintah dan DPR telah mengkhianati rakyat dan konstitusi karena keras kepala terus membahas Omnibus Law di saat masyarakat dilanda penderitaan akibat pandemi Covid-19 dan ancaman resesi.
FRI menyesalkan sikap keras kepala pemerintah dan DPR yang terus mengebut pembahasan Omnibus Law Ciptaker kendati telah banyak penolakan dari berbagai kelompok masyarakat. Apalagi, hampir semua pasal dalam RUU Ciptaker itu disebut jelas-jelas juga mengabaikan hak masyarakat untuk hidup sejahtera.
FRI juga mempertanyakan sejumlah proyek investasi dan infrastruktur saat ini digenjot pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang justru membuat rakyat kehilangan lahan penghidupannya.
Beberapa di antaranya seperti pembangunan Bandara Kertajati Jawa Barat, Bandara Internasional Yogyakarta, Pelabuhan Internasional Kuala Tanjung, Pelabuhan Makassar New Port hingga terkini adalah destinasi wisata baru seperti Labuan Bajo.
Ada pula, Proyek Strategis Nasional dalam bentuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, seperti PLTU di Batang, Cirebon dan Indramayu.
Sejumlah proyek itu dinilai mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Selain itu proyek-proyek itu justru disebut menghabisi penghidupan nelayan dan petani.
“Alih-alih memikirkan nasib petani dan nelayan yang kehilangan sumber penghidupannya, RUU Cipta Kerja justru memfasilitasi keserakahan dan korupsi banyak investor hitam dengan bantuan oligarki,” demikian lanjutan keterangan FRI.
Salah satu anggota koalisi dalam FRI, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menegaskan mosi tak percaya ini adalah hak veto atau bentuk ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dan DPR atas rencana pengesahan RUU Omnibus Law Ciptaker.
“Mosi tidak percaya adalah veto yang harus kita tunjukkan sekarang. Kalau bisa kita tunjukkan dia adalah kertas kosong. Untuk mengatakan bahwa anda tidak mewakili kami anda yang duduk di parlemen membawa aspirasi yang bukan aspirasi rakyat,” kata Koordinator Nasional Jatam Merah Johansyah dalam konferensi daring tolak Omnibus Law, Senin (5/10/2020).
Merah mengaku pihaknya kecewa dengan kondisi pandemi Covid-19 yang juga menimpa Indonesia, justru tak menghentikan pemerintah dan DPR membahas omnibus.
“Sebaliknya, pandemi kemudian Pilkada adalah saraba atau kesempatan krisis yang mereka tunggu dan ditunakan untuk ditunggangi,” kata dia.
DPR-Pemerintah telah menutup Mata, Hati dan Telinga mereka. Di suatu hari nanti, di alam yang berbeda, biarkan rakyat Indonesia menagih janji mereka.
Sementara itu, aparat keamanan membatasi pergerakan demo buruh tolak omnibus law Ciptaker di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono, aksi penyekatan itu terjadi di Bekasi dan Tangerang.
Pengadangan aparat yang terjadi di daerah penyangga ibu kota RI itu pun dikonfirmasi Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Bekasi Amir Mahfudz.
Selain aksi massa yang digelar secara langsung, protes pun atas rencana pengesahan Omnibus Law Ciptaker pun bergaung di media sosial, Twitter.
Sejak beberapa jam lalu, banyak warganet membicarakan RUU Ciptaker dengan menggunakan tagar #DPRRIKhianatiRakyat. Tagar DPR Khianati Rakyat menjadi topik terpopuler di Twitter Indonesia.
Tolak omnibus law pun digaungkan mahasiswa seluruh Indonesia. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyerukan mosi tak percaya kepada DPR dan pemerintah atas rencana menggolkan RUU Ciptaker. (ATN)
Discussion about this post