ASIATODAY.ID, JAKARTA – Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) dalam laporan terbarunya bertajuk World Economic Outlook (WEO) edisi Januari 2022 memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia makin kuat pada 2022 dan 2023. Hal itu berkat pertumbuhan yang dicapai Indonesia pada 2021 yang mencapai 5,9%.
Di lain sisi, perekonomian global diproyeksi mengalami moderasi ke level 4,4% di 2022 atau turun -0,5 percentage points dibandingkan WEO Oktober 2021 dan 3,8% di 2023.
“Proyeksi IMF ini menjadi barometer bahwa penanganan pandemi sangat signifikan dan berimplikasi pada cepatnya pemulihan ekonomi Indonesia. Kebijakan penanganan pandemi dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang efektif di 2021 dan diperkuat dengan fokus penciptaan tenaga kerja selain kesehatan dan perlindungan masyarakat di 2022, menjadi faktor penting. Kita perlu jaga momentum pemulihan ke depan dengan tetap waspada terhadap berbagai risiko”, jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, Rabu (26/1/2022).
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan turun dari 5,6% di 2021, menuju 4,0% di 2022, dan 2,6% di 2023. Dalam periode yang sama, proyeksi pertumbuhan China adalah 8,1%, 4,8% dan 5,2%, sedangkan di Eropa sebesar 5,2%, 3,9%, dan 2,5%. India diproyeksikan tumbuh tinggi sebesar 9,0% di 2021 dan 9,0% di 2022, dan kemudian mengalami moderasi menjadi 7,1% di 2023.
Sementara di Kawasan ASEAN-5, pertumbuhan ekonomi diperkirakan justru berada dalam tren meningkat.
Dalam periode 2021-2023, Indonesia diramalkan akan bertumbuh kuat sebesar 3,3%, 5,6%, dan 6,0%, sedangkan Malaysia 3,5%, 5,7%, dan 5,7%. Dalam periode yang sama, pertumbuhan PDB Thailand akan berada pada 1,3%, 4,1%, 4,7%, sedangkan Filipina 4,6%, 6,3%, dan 4,9%.
Dalam laporan WEO Januari 2022 tersebut, IMF juga memberikan beberapa rekomendasi penguatan kerangka kebijakan yang komprehensif untuk negara-negara, yaitu memperkuat kebijakan di sektor kesehatan, termasuk pemerataan vaksin, perubahan kebijakan moneter yang harus didukung dengan komunikasi yang efektif, memperkuat posisi dan kesinambungan fiskal, memperkuat kerja sama internasional, dan melanjutkan reformasi struktural dan kebijakan perubahan iklim.
Rekomendasi Kebijakan Fiskal untuk Indonesia
IMF juga memberikan penilaian dan beberapa rekomendasi terkait kebijakan fiskal Indonesia melalui laporan sementara (Concluding Statement) misi Dana Moneter Internasional (IMF) untuk Artikel IV yang dirilis hari Rabu (26/01).
Dalam laporan ini, IMF menilai langkah konsolidasi fiskal di tahun 2023 sudah tepat dan diperkirakan dapat meningkatkan kredibilitas APBN dan kepercayaan pasar.
IMF memproyeksikan defisit fiskal sebesar 4% terhadap PDB di tahun 2022, lebih rendah dari defisit yang ditetapkan dalam APBN 2022 sebesar 4,85%.
“Kinerja fiskal yang kuat pada tahun 2021 menjadi bagian dari hasil pengelolaan kebijakan ekonomi makro yang tepat, tanpa mengorbankan upaya pemerintah menjaga momentum pemulihan ekonomi dan kesinambungan fiskal jangka menengah-panjang”, jelas Febrio Kacaribu.
Namun demikian, IMF merekomendasikan agar pemerintah mempertimbangkan penyesuaian kecepatan konsolidasi fiskal ke depan jika tekanan risiko eksternal semakin kuat dan mempengaruhi proses pemulihan ekonomi.
Dari segi aspek moneter, IMF menyarankan agar kebijakan moneter yang akomodatif tetap dilanjutkan, dengan tetap memperhatikan dinamika perekonomian seperti stabilitas harga-harga atau inflasi.
Selain itu, IMF juga menyarankan agar Pemerintah dan BI berbagi beban dalam rangka pembiayaan penanganan pandemi dapat dihentikan di akhir 2022 sesuai yang direncanakan serta amanat UU No.2/2020.
Selanjutnya, IMF menilai sistem keuangan domestik juga sehat. Namun, ruang perbaikan tetap ada untuk beberapa hal, seperti penguatan kredit dan dukungan pemerintah terhadap pembiayaan UMKM serta penguatan kinerja perbankan.
Hal ini perlu digaris bawahi, mengingat langkah-langkah darurat penanganan krisis di masa luar biasa diharapkan akan berakhir di tahun 2022, risiko kredit sektor perbankan terutama di sektor-sektor yang terkena dampak pandemi dan masih mengalami efek pandemi yang berkepanjangan (scarring effect) perlu terus di monitor lebih kuat.
Dalam perspektif jangka menengah, IMF juga menilai kerangka strategi jangka menengah mengenai peningkatan pendapatan negara, khususnya perpajakan dan PNBP sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan belanja pembangunan prioritas.
Hal ini penting untuk menopang pertumbuhan Indonesia menuju level potensialnya, serta untuk memenuhi sasaran-sasaran Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Selain itu, strategi kebijakan fiskal jangka menengah perlu dirancang lebih spesifik menjadi bagian dari strategi keluar dari kebijakan luar biasa di masa pandemi pandemi (exit strategy).
Upaya penguatan reformasi struktural juga perlu dilanjutkan, termasuk dalam mengatasi scarring effect dari pandemi. Salah satunya, kebijakan dalam Undang-Undang Cipta Kerja perlu didukung dengan reformasi terkait sumber daya manusia, terutama dalam hal pendidikan, ini berguna untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja.
IMF juga menilai bahwa pengenalan Nilai Ekonomi Karbon (carbon pricing) merupakan langkah awal yang sangat penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan perlu diperkuat melalui reformasi kebijakan subsidi energi.
“Rekomendasi-rekomendasi yang diberikan IMF sebetulnya telah menjadi bagian dari upaya-upaya reformasi fiskal, struktural dan sektor keuangan yang sedang dan akan terus dilanjutkan oleh pemerintah bersama otoritas terkait. Pengakuan atas kredibilitas Indonesia ini juga diyakini akan berdampak positif bagi pelaksanaan berbagai agenda pembangunan ke depan serta bagi kesuksesan Indonesia dalam presidensi G20”, tandas Febrio.
Apresiasi IMF
IMF juga mengapresiasi strategi pengelolaan kebijakan makro dan fiskal Indonesia dalam pengendalian pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
IMF memandang bahwa Indonesia merupakan negara yang cukup sukses dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi tanpa mengorbankan stabilitas keuangan dan fiskal jangka menengahnya.
“IMF mengapresiasi keberhasilan pengendalian Covid-19 di Indonesia yang membawa Indonesia ke pemulihan ekonomi yang cepat. Pemulihan lebih cepat menjadi dasar IMF menilai konsolidasi fiskal menuju defisit APBN paling tinggi 3% PDB di Tahun 2023 sebagai langkah yang tepat. IMF memandang kebijakan ini membawa Indonesia semakin kredibel di mata pelaku pasar,” jelas Febrio Kacaribu.
Menurut IMF, efektivitas kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi juga dinilai berhasil mendorong menguatnya aktivitas perekonomian, sehingga dapat mengangkat kinerja APBN 2021.
Pendapatan negara meningkat tinggi, terutama disumbang meningkatnya kinerja penerimaan perpajakan jika dibandingkan dengan target penerimaan perpajakan 2021. Hal ini menyebabkan defisit APBN dapat ditekan hingga 4,65% PDB, lebih rendah dibandingkan target awal sebesar 5,7% PDB. Selain itu pemulihan ekonomi yang positif juga diperoleh dari utang yang terjaga dalam tingkat yang aman dan terkelola dengan baik. (ATN)
Discussion about this post