ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mengajukan pinjaman dana sebesar USD400 juta atau Rp 5,7 triliun ke World Bank, untuk pembiayaan rehabilitasi mangrove.
Utang itu sebagian akan dibayar menggunakan dana hasil perdagangan karbon mangrove.
“Kemenkeu sedang memproses dana pinjaman dari World Bank. Anggaran yang sedang diproses sebesar USD400 juta. Peminjaman ini dari Kemenkeu dan dialokasi untuk rehabilitasi mangrove,” kata Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono di forum Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/4/2022).
Dikatakan, dana pinjaman itu akan digunakan untuk pembiayaan rehabilitasi mangrove di lahan seluas 600 hektare di empat provinsi hingga 2024. Pihak Kemenkeu diagendakan melakukan negosiasi dengan pihak World Bank pada 12 April mendatang.
Menurut Hartono, jika negosiasi sukses dan besaran dana pinjaman disetujui, barulah kedua pihak membuat dokumen kesepakatan. Setelah itu, Kemenkeu akan menyalurkan dananya ke BRGM dan juga Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (Ditjen PDASRH) KLHK.
“Untuk tahun ini kami masih ragu, apakah (dana itu) bisa dieksekusi karena prosesnya masih agak panjang,” ujar Hartono.
Hartono mengungkapkan, sebagian utang itu akan dibayarkan dari hasil perdagangan karbon mangrove yang seluas 600 hektare itu.
“Sebagian akan dikembalikan dari hasil perdagangan karbon. Sebagian lagi pakai mekanisme pengembalian utang seperti biasa,” ujar Hartono.
Selain dana pinjaman kata Hartono, sebenarnya terdapat empat skema lain yang digunakan pihaknya untuk mendapatkan dana rehabilitasi mangrove.
Pertama, dari APBN. Kedua, dari dana CSR yang terus mengalir setiap tahun meski dananya tidak besar. Ketiga, skema investasi rehabilitasi mangrove, meski masih harus menunggu regulasinya rampung. Keempat, dari dana hibah. (ATN)
Discussion about this post