ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia menargetkan untuk menjadi Carbon Capture and Storage (CCS) Hub di kawasan Asia Tenggara.
Untuk mencapai itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia mulai menyiapkan kerangka aturan CCS di luar kegiatan hulu minyak dan gas bumi. Aturan tersebut dibentuk untuk mendukung penurunan emisi dari industri lainnya.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Tutuka Ariadji mengungkapkan hal itu pada forum Internasional bertajuk “Pioneering The Energy Landscape Decarbonization Future: Harnessing The Power Of CCS Globally For a Cleaner Future And Economic Growth”.
Pada kesempatan itu, Tutuka mengungkapkan bahwa subsektor migas akan tetap kritis di masa transisi energi.
Indonesia telah menetapkan target produksi migas nasional pada tahun 2030, dan pada saat yang bersamaan berupaya untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk pencapaian Net Zero Emission (NZE).
“Dengan kedua target tersebut, CCS/CCUS dapat menjadi penggerak karena mampu meningkatkan produksi migas melalui CO2-Enhanced Oil Recovery (EOR) Atau Enhanced Gas Recovery (EGR) sekaligus mengurangi emisi secara signifikan,” ujar Tutuka di Jakarta, Senin (11/9).
Pada forum tersebut, Tutuka menyampaikan bahwa Kementerian ESDM bersama Kementerian terkait tengah menyusun Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) yang diharapkan mampu menjawab sejumlah kebutuhan dalam pengembangan CCS ke depan. R-Perpres tersebut akan mencakup pengaktifan CCS di luar Wilayah Kerja Migas. Peraturan ini juga harus mampu membuka peluang investasi melalui Mekanisme Perizinan.
“Yang tidak kalah penting lagi bahwa rancangan Perpres ini dapat memungkinkan pengaktifan CCS dengan sumber CO2 dari industri lain,” tambah Tutuka.
Tutuka juga mengatakan bahwa saat ini terdapat 15 proyek CCS/CCUS di sektor migas yang sedang dalam tahap studi, dan salah satunya sedang menyediakan feed. Proyek-proyek ini, imbuhnya, memerlukan investasi teknologi dan kolaborasi keuangan.
Indonesia, ungkap Tutuka, akan menjadi pendukung CCS dan pelopor penerapan CCS di kawasan Asia Tenggara, menyusul negara Asia lainnya, seperti Jepang dan China yang telah memiliki rencana strategis dan kebijakan nasional terkait CCS/CCUS. Thailand dan Malaysia juga akan mengambil langkah pengembangan undang-undang penyimpanan karbon.
“Indonesia tetap menjadi pendukung CCS dan tampaknya menjadi pelopor penerapan CCS di Asia Tenggara. Visi luas CCS Indonesia adalah memberikan pengurangan tingkat proyek, sekaligus membuka peluang bagi negara untuk menjadi fasilitas penyimpanan di kawasan tersebut,” ungkap Tutuka optimis.
Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penerapan CCS/CCUS pada Kegiatan Usaha Hulu Migas. Ruang lingkup peraturan ini mencakup aspek teknis dan hukum sebagai bagian dari model bisnis hulu minyak dan gas Indonesia.
Pemanfaatan Data Hulu Migas untuk CCS/CCUS
Salah satu upaya untuk mencapai NZE melalui implementasi teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) pada subsektor minyak dan gas bumi (Migas).
Sebagai salah satu aksi untuk implementasi teknologi CCS/CCUS tersebut, ditandatangani tiga Confidential Agreement antara Kementerian ESDM dengan Pertamina Hulu Mahakam dan Chevron; Kementerian ESDM Pertamina Hulu Sanga-Sanga dan Chevron; dan Kementerian ESDM dengan Pertamina Hulu Rokan dan Mitsui. Penandatanganan dilakukan pada acara 1st International & Indonesia CCS Forum 2023 di Hotel Mulia Jakarta, Senin (11/9).
Menurut Tutuka Ariadji, penandatanganan Confidential Agreement tersebut sebagai pembukaan dan pemanfaatan data hulu migas untuk menerapkan teknologi CCS/CCUS, sehingga kajian terhadap teknologi tersebut dapat berjalan lancar dengan data hulu migas terkini.
“Tanpa adanya MoU tersebut maka sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta berbagai peraturan turunannya, maka data hulu migas bersifat rahasia karena merupakan data milik Negara, sehingga perlu pengaturan khusus untuk pemanfaatannya, ” imbuhnya.
Tutuka menjelaskan, pemerintah sangat mendukung terhadap pemanfaatan data hulu migas untuk penerapan teknologi CCS/CCUS, dengan tetap memperhatikan berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta dibutuhkan kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan untuk ambil bagian.
“Besar harapan kami bahwa dengan dukungan dan koordinasi secara menyeluruh dari seluruh stakeholder, maka tujuan besar yaitu berupa keberhasilan penerapan teknologi CCS/CCUS di Indonesia dapat tercapai,” tambahnya.
Lebih lanjut, Tutuka mengatakan bahwa sektor hulu migas Indonesia telah berjalan dan berproduksi selama lebih dari 100 tahun, diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam rencana pemanfaatan teknologi CCS/CCUS. Beberapa potensi lapangan atau struktur migas yang telah depleted menjadikannya potensi strategis sebagai penyimpanan CO2.
Oleh karena itu, pelaksanaan studi-studi pendahuluan terhadap potensi lapangan/struktur dimaksud menjadi hal penting dan krusial dalam penerapan CCS/CCUS. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post