ASIATODAY.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah membutuhkan investasi senilai Rp6.445 triliun untuk pembangunan infrastruktur.
Pasalnya, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) memiliki keterbatasan dan hanya bisa mendukung pendanaan kurang dari 40 persen.
“Pembangunan infrastruktur butuh pendanaan yang sangat besar. RPJM Nasional 2020-2024 menunjukkan bahwa kebutuhan pendanaan untuk infrastruktur mencapai Rp6.445 triliun sementara APBN hanya mampu menyediakan Rp2.385 triliun atau 37 persen dari kebutuhan,” kata Sri Mulyani dalam Penandatanganan Perjanjian Induk antara INA dengan Hutama Karya, Kamis (14/4/2022).
Menurut Sri Mulyani, negara tak bisa sendiri membangun infrastruktur di dalam negeri. Pemerintah butuh dukungan swasta dan BUMN untuk membangun beragam proyek di Indonesia.
Sri mengungkapkan, saat ini terdapat pembangunan 54 jalan tol yang masuk sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
Untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur tersebut, pemerintah akan mengajak swasta dengan berbagai skema pembiayaan.
Skema yang dimaksud, seperti Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan investasi melalui Indonesia Investment Authority (INA).
“INA sebuah momentum penting di mana Indonesia mengembangkan creative financing yang membuat platform untuk bisa kerja sama dengan investor dari berbagai sumber,” papar Sri Mulyani.
Kredibilitas Pengelolaan Investasi
Perjanjian antara Indonesia Investment Authority (INA) dengan PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Toll Road menjadi tonggak penting bagi Indonesia dalam mewujudkan pembiayaan pembangunan melalui sumber alternatif selain utang (non-APBN).
Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pembentukan INA adalah sebuah momentum penting bagi Indonesia. Creative financing dikembangkan melalui platform kredibel agar Indonesia bisa bekerjasama dengan investor dari berbagai sumber. Dengan tata kelola yang mengikuti standar internasional, INA diharapkan akan mampu menarik investasi ekuitas yang bersifat jangka panjang.
Dengan demikian, hal ini akan memberikan tambahan stabilitas bagi pembangunan di Indonesia.
“Keinginan dari investor untuk mengambil risiko bersama-sama tentu perlu keyakinan. Oleh karena itu, strategi co-investasi yang dapat meningkatkan modalitas investasi kita terutama dana yang sudah dimasukkan di dalam INA menjadi pertaruhan kemampuan Indonesia untuk memberikan keseimbangan di satu sisi yaitu meyakinkan investor mengenai tingkat risiko yang acceptable, di sisi lain juga memberikan suatu jaminan kepastian investasi,” terang Sri mulyani.
Menkeu menjelaskan bahwa pada tahun lalu INA menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk membentuk platform investasi dalam bentuk konsorsium dengan komitmen investasi mencapai USD3,7 miliar untuk investasi di berbagai area jalan tol dengan mitra strategis global.
Mitra strategis global tersebut yaitu ADIA yang merupakan Sovereign Wealth Fund (SWF) milik United Arab Emirates (UEA), APG lembaga pengelola dana pensiun Belanda, dan CDPQ lembaga pengelola dana pensiun Kanada.
Penawaran investasi atas aset BUMN juga dijalankan, khususnya untuk jalan tol Trans Sumatera dan jalan tol Trans Jawa.
INA bersama-sama dengan mitra strategis investornya telah melakukan evaluasi dan diskusi untuk melihat potensi investasi dari aset-aset jalan tol di Sumatera dan jalan tol di Pulau Jawa.
“INA bersama konsorsium dengan BUMN pemilik aset yaitu PT Hutama Karya dan PT Waskita Karya terutama Waskita Toll Road melakukan negosiasi secara profesional dan melakukan keputusan berdasarkan business judgement rules dengan memperhatikan keinginan investor dan keinginan pemilik aset yaitu BUMN (Hutama Karya dan Waskita Karya),” sambung Menkeu.
MoU INA dengan mitra strategis adalah salah satu upaya untuk membangun reputasi platform INA. Ini juga merupakan signalling bagi dunia agar dapat melihat cara Indonesia melakukan bisnis investasi di bidang infrastruktur secara kredibel.
Berbagai keputusan investasi dalam MoU tersebut dipastikan mengikuti koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan tata kelola yang baik. Tidak ada konflik kepentingan dan berdasarkan governance yang baik.
“Dengan dinamika yang terus terjadi, negosiasi antara INA dengan PT Hutama Karya dan Waskita Toll Road telah mengalami kemajuan yang signifikan. Hari ini kita menyaksikan INA melakukan penandatanganan perjanjian induk atau head of agreement dengan PT Hutama Karya untuk rencana investasi bersama di sejumlah ruas jalan tol baik jalan tol trans Sumatera serta konfirmasi dimulainya transaksi dengan PT Waskita Toll Road untuk rencana investasi bersama di sejumlah ruas jalan tol di trans Jawa,” lanjut Menkeu.
Penandatanganan perjanjian induk antara INA dengan PT Hutama Karya dilakukan untuk investasi di tiga ruas tol trans-Sumatera yaitu Medan-Binjai sepanjang 17 km, Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 141 km, dan Terbanggi Besar- Pematang Panggang dan Kayuagung sepanjang 189 km.
Sementara itu, untuk perjanjian INA dengan Waskita Karya ada di dua ruas tol Trans Jawa yaitu Kanci-Pejagan sepanjang 35 km dan Pejagan-Pemalang sepanjang 58 km.
“Transaksi ini adalah transaksi investasi jangka panjang yang aman dan memberikan pendapatan yang stabil bagi INA yang dimiliki oleh pemerintah secara mayoritas keseluruhan. Dan juga pada saat yang sama transaksi ini memberikan dana segar baru bagi PT Hutama Karya dan Waskita Karya, karena mereka masih terus diberikan misi untuk melanjutkan pembangunan tol trans Sumatera yang saat ini telah rampung untuk 6 ruas sepanjang 531 kilometer dengan total target 24 ruas sepanjang 2800 km,” jelas Menkeu (ATN)
Discussion about this post