ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pandemi global coronavirus (Covid-19) telah memicu krisis ekonomi yang sangat luas. Namun disaat yang sama, pandemi telah meningkatkan kesadaran akan pentingnya aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) sehingga investasi berkelanjutan menjadi lebih diminati.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan hal itu di forum ESG Capital Market Summit, Selasa (27/7/2021).
Merujuk hasil studi Fidelity International, kinerja saham dan peringkat ESG perusahaan mempunyai hubungan yang positif, bahkan di masa pandemi.
“Saham dan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dengan peringkat ESG lebih tinggi pada umumnya dan mempunyai performa yang lebih baik,” jelasnya.
Di pasar domestik, berdasarkan studi Ernst & Young pada Maret 2020, performa SRI KEHATI Index lebih baik dibandingkan IHSG sebesar 8 persen yoy selama periode Januari 2015 hingga Oktober 2019. Di tahun 2020, SRI KEHATI Index mengalami pemulihan lebih baik dibandingkan IHSG.
“Sebelum pandemi terjadi, Sustainable Banking Network (SBN) telah menempatkan Indonesia bersama China sebagai negara first mover/mature dalam implementasi Keuangan Berkelanjutan di Asia,” ungkapnya.
“Capaian ini akan terus ditingkatkan untuk dapat masuk ketahap berikutnya yaitu mainstreaming behaviour changes atau pembiasaan perubahan sikap secara keseluruhan,” lanjut Wimboh.
Sebagai satu-satunya negara anggota G20 dari Kawasan Asia Tenggara, Indonesia diharapkan dapat memperkuat posisi kepemimpinan di kawasan dan menjadi jembatan bagi suara kolektif negara-negara yang tergabung di ASEAN khususnya untuk implementasi keuangan berkelanjutan.
“Terlebih Indonesia akan memegang tampuk Presidensi G20 di tahun 2022. Ini adalah momentum bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan dan komitmen Indonesia untuk mengimplementasikan Keuangan Berkelanjutan dalam skala global,” jelasnya.
Menurut Wimboh, dalam rangka mendukung komitmen Pemerintah di Paris Agreement dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), OJK telah membuat Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I (2015-2019) dan Tahap II (2021-2025).
Salah satu bentuk implementasi dari Roadmap tahap I yaitu OJK telah mewajibkan lembaga jasa keuangan untuk menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) dan menyampaikan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) bagi lembaga jasakeuangan, emiten dan perusahaan publik.
Para pemangku kepentingan pun telah merespon kebijakan-kebijakan OJK dalam bidang keuangan berkelanjutan dengan terbentuknya Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia, saat ini terdiri dari 13 bank dan PT SMI, yang telah siap mendukung implementasi keuangan berkelanjutan.
Kemudian, penyaluran kredit atau pembiayaan kepada sektor-sektor ekonomi berorientasi hijau sebesar lebih dari Rp 800 triliun, yang diharapkan akan terus berkembang setelahadanya taksonomi hijau yang sedang disusun.
Selanjutnya, penerbitan green bonds di Bursa Efek Indonesia oleh PT Sarana Multi Infrastruktursebesar Rp500 miliar, dengan total target green bond sebesar Rp 3 Trilliun.
Penerbitan Global Sustainability/Green Bond sekitar USD 1,9 miliar atau sekitar Rp27,4 triliun di Singapore Exchange oleh Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri serta PT Barito Pacific Tbk.
Selain itu OCBC NISP juga menerbitkan green bond dan gender bond dengan nilaisebesar Rp 60 Triliun yang dilakukan melalui mekanisme private placement dengan IFC.
Selain indeks SRI – Kehati yang saat ini terdiri dari 25 emiten bursa, BEI juga meluncurkan ESG Leaders Index untuk mewadahi permintaan yang tinggi atas reksadana dan Exchange Traded Fund (ETF) bertema ESG.
“Kami optimis bahwa melalui koordinasi yang baik dalam penyusunan kebijakan dan regulasi, serta kerjasama dan komitmen yang tinggi dari seluruh pihak yang terkait, maka Keuangan Berkelanjutan di Indonesia akan dapat diterapkan dengan optimal untuk mencapai tujuan global yang telah ditetapkan dalam Paris Agreement dan SDGs,” tandas Wimboh. (ATN)
Discussion about this post