ASIATODAY.ID, JAKARTA – Bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kian mengkhawatirkan. Dampaknya kian meluas.
Selain ekologi dan aktivitas ekonomi, kini bencana itu mengancam keselamatan jiwa warga akibat krisis udara bersih.
Di Kalimantan Tengah, kualitas udara bahkan memasuki fase bahaya. Kondisi ini terjadi akibat asap kebakaran hutan yang semakin parah di provinsi itu.
Berdasarkan catatan air quality index (AQI) yang ditampilkan oleh AirVisual mencatat indeks kualitas udara dan polusi udara di Ibukota Kalimantan Tengah, Palangkaraya mencapai angka 1519.
Menurut catatan Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalimantan Tengah Mofit Saptono, pada Minggu (15/9/2019) tercatat kebakaran hutan dan lahan paling banyak terjadi di Palangkara mencapai 836 kejadian.
Adapun di wilayah tersebut terdapat 1.311 titik panas api atau hotspot yang masih berusaha dipadamkan oleh petugas gabungan.
“Total terdapat 23.305 hotspot dengan area terbakar mencapai 8.026 hektare,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (17/9/2019).
Sementara itu, upaya pemadaman dilakukan oleh 10.015 personel gabungan dan mengerahkan delapan unit helikopter. BNPB mencatat, kebakaran hutan dan lahan di provinsi itu mencapai 1.866 kejadian. Polisi setempat juga telah menetapkan 48 tersangka akibat kebakaran itu.
Di samping itu wilayah terparah lainnya di Kalimantan Tengah adalah di Seruyan dengan 1.222 hektare terbakar, Kotawaringin Timur (1.835 hektare) dan Pulang Pisau (985 hektare).
Sementara itu, ribuan titik panas yang mengindikasikan awal kebakaran hutan juga terpantau di Sumatera, sebanyak 1.316 titik panas.
Sementara itu, angin yang berembus dari selatan ke utara membawa asap kebakaran hutan dan lahan dari Jambi dan Sumatera Selatan ke wilayah Riau.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, data dari satelit Terra dan Aqua pada pukul 06.00 WIB menunjukkan titik panas paling banyak berada di Provinsi Sumatera Selatan (437), disusul Jambi (420) dan Riau (279).
Titik panas juga terdeteksi di Bangka Belitung (50), Lampung (77), Sumatera Utara (20), Bengkulu (9), serta masing-masing empat titik panas di Aceh dan Kepulauan Riau.
Di wilayah Riau, titik panas paling banyak berada di Kabupaten Indragiri Hilir (141). Selain itu, titik panas ada di Kabupaten Pelalawan (50), Rokan Hilir (31), Kuansing (14), Indragiri Hulu (26), Bengkalis (6), dan Siak (1).
Di antara titik panas yang ada di wilayah Riau, 177 dipastikan sebagai titik api dengan sebaran paling banyak di Indragiri Hilir (99) dan Pelalawan (33).
Akibat kebakaran hutan dan lahan, wilayah Pekanbaru masih diliputi kabut asap. Di antara warga, banyak yang mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan. Jarak pandang pada pukul 07.00 WIB menurun menjadi 1,5 kilometer di Pekanbaru.
Embusan angin dari tenggara dan selatan ke utara dengan kecepatan 10 sampai 20 km/jam membawa asap akibat kebakaran hutan dan lahan di daerah bagian selatan Riau seperti Kampar dan Pelalawan ke Pekanbaru.
Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution menyatakan asap yang menyelimuti bagian wilayah Riau sebagian berasal dari daerah di bagian selatan Riau seperti Jambi dan Sumatra Selatan yang punya lebih banyak titik api.
“Di seluruh wilayah Riau sebenarnya jumlah titik api cenderung menurun, itu sebenarnya jauh lebih besar di Sumsel maupun Jambi,” katanya.
“Karena kondisi angin bergerak ke kita, semua jadi ini kondisi kabut asap,” ia menambahkan.
Wakil Gubernur Riau menyatakan berbagai upaya untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan sudah dilakukan, termasuk mengerahkan sekitar 5.800 personel Satgas Karhutla Riau.
Oleh karena itu dia mengajak warganya banyak berdoa dan melaksanakan shalat istisqa bagi yang Muslim agar hujan segera turun dan meredakan kabut asap.
“Karena upaya-upaya lain sudah kita lakukan, maka upaya inilah yang bisa kita lakukan sebagai hamba Allah dan mohon kepada-Nya mudah-mudahan yang kita laksanakan dikabulkan,” imbuhnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post