ASIATODAY.ID, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) mengecam agresivitas China di Laut China Selatan.
AS dan UE memandang China selalu mengambil langkah-langkah yang bersifat sepihak.
Mengutip Reuters, hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri AS, Wendy Sherman. Ia mengutarakannya saat bertemu Sekretaris Jenderal Layanan Tindakan Eksternal Eropa, Stefano Sannino di Washington, Kamis, (2/12/2021).
“Mereka menyatakan keprihatinan yang kuat atas tindakan bermasalah dan sepihak China di Laut China Selatan dan Timur dan Selat Taiwan yang merusak perdamaian dan keamanan di kawasan itu dan berdampak langsung pada keamanan dan kemakmuran AS dan UE,” tulis pernyataan bersama itu, dikutip Jumat (3/12/2021).
Selain itu, keduanya juga mengaku prihatin dengan pelanggaran hak di China, termasuk penindasan terhadap minoritas agama di Xinjiang dan Tibet dan erosi otonomi di Hong Kong.
Meski begitu, AS dan UE mengatakan akan memperdalam kontaknya dengan China untuk mengelola apa yang disebut sebagai ‘persaingan sistemik’ dengan Beijing.
“Ini menekankan pentingnya AS dan UE mempertahankan kontak yang berkesinambungan dan dekat pada pendekatan kami masing-masing saat kami berinvestasi dan menumbuhkan ekonomi kami, bekerja sama dengan China jika memungkinkan dan mengelola persaingan dan persaingan sistemik kami dengan China secara bertanggung jawab,” jelas keduanya.
Dalam setahun, klaim maritim China memunculkan konflik dengan sejumlah negara. Terbaru, Negeri Tirai Bambu kembali mengalami konflik dengan Flipina setelah Manila menganggap bahwa pihak China melanggar batas teritorialnya LCS.
Tak hanya dengan Filipina, Beijing juga baru-baru ini dilaporkan mengirimkan protes kepada Pemerintah Indonesia. China meminta agar Indonesia menghentikan proyek pengeboran minyak di Laut Natuna dengan alasan bahwa wilayah itu masih merupakan teritorialnya.
“(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut,” kata Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan, Rabu (1/12/2021).
Farhan kemudian menegaskan bahwa Indonesia tidak akan tunduk dengan hal itu. Pasalnya, wilayah pengeboran itu secara sah merupakan hak milik RI.
“Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami,” tambahnya.
LCS merupakan jalur penting untuk sebagian besar pengiriman komersial dunia. Ini terletak di bibir lautan sejumlah negara termasuk ASEAN seperti Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Lautan itu diyakini sebagai lautan yang kaya hasil alam, terutama migas dan ikan. Menurut CFR, di LCS ada sekitar 900 triliun kaki kubik gas alam.
Sumber lain dari American Security Project menyebutkan bahwa cadangan gas di LCS mencapai 266 triliun kaki kubik. Angka itu menyumbang 60% – 70% dari total cadangan hidrokarbon teritori tersebut.
China bersikukuh mengklaim sekitar 90% dari lautan itu dalam apa yang disebut sebagai “sembilan garis putus-putus” (Nine Cash Line )di mana mencakup area seluas sekitar 3,5 juta kilometer persegi (1,4 juta mil persegi).
Klaim tersebut telah menimbulkan ketegangan dengan sejumlah negara ASEAN dan melibatkan AS Masuk dengan dalih “kebebasan navigasi”. (ATN)
Discussion about this post